MENELADANI PAK KRISH
- By admin
- January 21, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Pengantar dari Pusdiklat ABI
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya Bodhisattwaya Mahasattwaya
Pak Krish atau Dokter Krishnanda Wijaya-Mukti, M.Sc. wafat pada tanggal 6 Maret 2016. Beliau adalah ketua pertama dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Agama Buddha Indonesia (Pusdiklat ABI). Untuk mengenang setahun kepergian beliau, atas kerja sama Pusdiklat ABI dengan Penerbit Dian Dharma, buku yang merupakan kumpulan tulisan beliau di rubrik Percikan Bening pada Harian Jogja selama kurun waktu 2008-2012 ini diterbitkan.
Tentu saja Pak Krish, yang semasa hidupnya telah menerima penghargaan tertinggi dari Sangha Agung Indonesia bagi perumah tangga—yaitu Maha Upasaka Pandita—tidak benar-benar pergi, tetapi masih berlanjut pada diri banyak orang. Pembabaran Dharma yang telah dilakukannya, baik lewat ucapan, tulisan, dan tindakan, serta pemikiran-pemikirannya yang luar biasa mengenai penerapan ajaran Buddha dalam konteks sosial kekinian, telah menginspirasi dan diikuti generasi penerus.
Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, putra kelahiran Sukabumi 17 Maret 1950 ini aktif mempelajari sekaligus membantu pengembangan agama Buddha melalui wadah Keluarga Mahasiswa Buddhis Jakarta (KMBJ). Namun pemahaman dan penghayatannya yang mendalam terhadap agama Buddha telah membuat Pak Krish berbeda dengan kebanyakan orang. Di tengah kesibukannya setelah menjadi dokter dan kepala rumah tangga, beliau terus menyediakan dirinya bagi agama Buddha sampai akhir hayatnya. Pak Krish juga pernah menjadi Pembimbing Masyarakat Buddha DKI Jakarta (1991-1996).
Pak Krish termasuk sedikit dari umat Buddha yang memiliki Kitab Suci Tripitaka di perpustakaan pribadinya. Sebagai cendekiawan Buddhis, beliau selalu mengingatkan para penulis dan penceramah agar merujuk ke kitab suci. Namun selain mengutip kata-kata Buddha, beliau juga kerap mengutip kata-kata Dharma dari para guru Buddhis selanjutnya, termasuk guru-guru Buddhis kontemporer. Tidak membatasi hanya pada satu tradisi, membuat ceramah dan tulisan beliau lebih kaya dan bermakna.
Berpegang pada Agama Buddha Universal, Pak Krish kemudian menjadi tokoh Buddhis non-sektarian. Mengetahui wawasannya tersebut, pimpinan Sangha Agung Indonesia pada tahun 1998 mengajak beliau untuk bergabung di Majelis Buddhayana Indonesia (MBI), organisasi pembantu utama Sangha Agung Indonesia. Melalui Sekolah Tri Ratna, Lembaga Beasiswa Dharma Pembangunan, dan Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis (BKPB), Pak Krish juga berjuang untuk meningkatkan kualitas pendidikan Buddhis. Demikian pula melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Agama Buddha Indonesia (Pusdiklat ABI) dan Penerbit Karaniya yang berada di Wihara Ekayana Arama – Indonesia Buddhist Centre.
Berbeda dengan kebanyakan kaum intelektual Buddhis yang kekuatannya hanya dalam tekstual, Pak Krish memiliki kekuatan baik dalam tekstual maupun kontekstual. Beliau juga menghargai pentingnya praktik, alih-alih hanya sekadar pengetahuan teoritis, yang dengan nyata ditunjukkan melalui penghormatan dan dukungan yang tinggi kepada para monastik.
Judul buku ini, “Kebenaran Bukan Pembenaran”, sangat mencerminkan apa yang telah disuarakan Pak Krish setiap kali beliau atas nama Pusdiklat ABI baik ketika memberikan ceramah kepada umat di Wihara Ekayana Arama -Indonesia Buddhist Centre dan wihara-wihara lainnya maupun ketika berbicara di forum pembinaan duta Dharma dan forum lintas agama. Pusdiklat ABI, dalam melayani permohonan dari seluruh Indonesia untuk program-program pendidikan dan pelatihan, akan terus melanjutkan apa yang telah disuarakan Pak Krish tersebut.
Akhir kata, semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Jakarta, 6 Maret 2017