Makna Keberanian
- By admin
- January 23, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Koruptor kian berani. Mereka sepertinya ada di mana-mana. Kita mesti punya keberanian untuk menolak korupsi dalam berbagai bentuk. Korupsi bukan budaya kita. Untuk memberantasnya, KPK jadi andalan. Hanya sebagian orang bertanya apa KPK berani menyentuh Kejaksaan dan Kepolisian?
Berani berhadapan dengan orang-orang penting yang memegang kekuasaan atau dekat dengan kekuasaan bukan cuma wacana. Keberanian adalah suatu sikap yang diwujudkan dalam tindakan nyata dengan kesediaan untuk berkorban menghadapi risikonya.
Macam-macam Keberanian
Keberanian seorang penegak hukum tidak sama maknanya dengan keberanian seorang koruptor. Begitu juga keberanian seorang anggota Densus 88 lain dari keberanian seorang teroris. Bisa jadi sama-sama hatinya mantap, percaya diri dan tidak takut menghadapi bahaya, tetapi ada bedanya. Yang satu keberanian sejati, karena memiliki perasaan tahu malu (hiri) dan takut berbuat salah, takut pada akibat dari sebuah kesalahan (ottappa). Sedang yang lain keberanian dari orang yang nekat, yang gelap batinnya.
Kita sering mendengar pernyataan: Berani karena benar. Jangan takut jika kita tidak salah. Ada keberanian sejati atau keberanian yang benar; ada keberanian palsu, yang keliru atau konyol. Agar bisa menjadi pemberani sejati kita harus siap untuk disebut sebagai pengecut. Sering kali kita harus berani menentang arus masyarakat mayoritas yang bergerak ke arah yang salah. (Richard Eyre, 1993).
Sayangnya sejak kecil banyak orang yang diperkenalkan dengan keberanian yang keliru. Misalnya belajar berani dengan dibekali senjata mainan dan main perang-perangan. Berbagai tontonan terutama lewat teve mencekoki ide keberanian yang identik dengan aksi kekerasan. Begitu juga games kegemaran anak-anak. Tidak heran kalau belakangan ini tidak sedikit pelajar yang semakin bersikap kasar dan sering melakukan tawuran.
Bisa jadi seorang koruptor waktu kecilnya berani mencuri mangga dari pohon tetangga, berani membohongi orang-tua dan menyontek di sekolah. Mereka yang terlibat kasus-kasus hukum mungkin memulai keberaniannya lewat bullying, mengompas, menyerobot antrian, menyeberang dengan melompati pagar jalan, atau melanggar peraturan lalu-lintas. Bagi sebagian orang, keberanian mengonsumsi dan mengedarkan narkoba dimulai dengan berani merokok yang sudah diketahuinya tidak baik bagi kesehatan. Bukan cuma sendiri, melainkan juga mengajak teman-temannya untuk berbuat yang sama. Yang tidak mau ikut disebut pengecut.
Keberanian yang mengakibatkan orang lain yang tak bersalah menderita tentu bukan keberanian yang sejati. Keberanian tidak ada hubungannya dengan mengumbar amarah. Dalam hal unjuk rasa, berani mengemukakan pendapat yang berbeda harus dihargai. Namun tentunya tidak sampai pada tindakan anarkis, menyerang, merusak dan menyulut huru-hara. Setiap gerakan massa yang dimulai dari prasangka buruk, kebencian, dan keserakahan hanyalah sebuah bentuk kebodohan. Dalam setiap pertikaian, perlu direnungkan apa yang dikatakan oleh Dawson Peter Amstrong, “Berani bukanlah siap menghunus pedang, melainkan siap memasukkan pedang ke sarungnya.”
Berani Hidup
Para motivator selalu menekankan keberanian untuk menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Keberanian membuat orang pantang menyerah dan berani gagal untuk sukses, karena kegagalan tak lain dari sukses yang tertunda. Peluang sukses selalu ada, dan setiap situasi dapat kita manfaatkan. Kita diajak untuk berani mengambil keputusan, berani memiliki komitmen, bertindak, dan bekerja keras, juga berani menghadapi risiko. Menurut Sun Tzu, kemenangan besar hanya bisa dicapai oleh orang yang berani mengambil risiko besar.
Untuk bertahan hidup kita memang membutuhkan keberanian. Berani hidup juga berani mati, tetapi tentu tidak dimaksudkan untuk mencari mati. Keberanian diperlukan untuk hidup jujur, dan mengakui kesalahan sekaligus belajar dari kesalahan untuk berubah dengan memperbaiki diri. Mereka yang gelap batinnya karena takut hidup, takut menderita, putus-asa lalu mungkin memilih bunuh diri. Ini sebuah bentuk kebodohan.
Ujar Buddha, “Sungguh mudah untuk hidup sebagai orang yang tidak tahu malu, semberono seperti burung gagak, suka memfitnah, tidak sopan, takabur, dan menjalankan hidup yang kotor. Sungguh sukar untuk hidup sebagai orang yang tahu malu, yang senantiasa mengejar kesucian, tanpa pamrih, rendah hati, menjalankan hidup bersih, dan berpandangan jernih.” (Dhp. 244-245).
Buddha berani meninggalkan kemewahan duniawi, sengaja menyelam ke kedalaman penderitaan seperti yang dialami orang banyak dengan harapan dapat menemukan obat mengatasi penderitaan. Ia berhasil mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan. Banyak orang bisa belajar dari-Nya, berani mencari dan merealisasi kebenaran, mengikis keakuan, mengutamakan keselamatan semua makhluk.
Sebuah keyakinan akan membuat seseorang merasa aman dan punya harapan, sehingga muncul keberanian. Tetapi Buddha lebih menekankan keberanian yang berpijak pada kesadaran. Keberanian semacam ini bisa dilatih dan dikembangkan. Mereka yang mengembangkan kesadaran tidak pernah kehilangan keberanian untuk hidup benar.
Jakarta, September 2011