Menghidupkan Semangat Kepahlawanan
- By admin
- March 29, 2022
- Belajar Menjadi Bijaksana
Perjuangan melahirkan pahlawan. Pahlawan itu pejuang yang gagah berani, yang rela mengorbankan diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan yang luhur. Kegagahan dan keberanian saja tidak cukup, tetapi pengorbanan demi tujuan yang luhur yang menjadi ciri kepahlawanan.
Pengorbanan memerlukan kerelaan dan tidak karena terpaksa. Sebagaimana dapat dibaca dalam Kitab Sanghyang Kamahayanikan, karya sastra Kawi warisan nenek moyang kita, “Korbankanlah dirimu dan itu adalah kewajibanmu sendiri. Tetapi jangan sampai engkau diperintah oleh orang lain.”
Pahlawan itu sekaligus teladan. Kepahlawanan dan keteladanan mengusir penjajah serta mempertahankan kemerdekaan kita peringati pada hari Pahlawan, setiap tanggal 10 Nopember. Hari itu, 41 tahun yang lalu, dalam pertempuran di Surabaya, telah gugur beribu-ribu pejuang.
Semangat perjuangan dan pengorbanan tentu saja tidak terbatas pada suatu bentuk perlawanan bersenjata. Kepahlawanan pada masa damai, pada masa pembangunan mengisi kemerdekaan bukan hanya untuk dikenang, namun menampakkan wujudnya dalam segala aspek kehidupan bangsa.
Kita menemukan kepahlawanan di segala bidang. Misalnya bidang hukum dan keadilan, pendidikan, agama, olahraga, dan bidang pembangunan lainnya. Tidak berlebihan apabila lahir pula pahlawan keluarga berencana atau barangkali pahlawan hidup sederhana yang bersih antikorupsi.
Dalam hidup ini orang berusaha memelihara kehidupannya, menjalaninya dari sedetik tambah sedetik, sehari demi sehari, berjuang agar panjang usia. Yang sakit berjuang untuk sembuh. Yang miskin berkerja keras agar penghidupannya menjadi lebih baik. Yang bodoh belajar menjadi pintar. Yang bersalah berusaha memperbaiki kesalahan. Yang tertindas berupaya membebaskan diri. Ada perjuangan keluarga, ada perjuangan golongan dan bangsa. Semuanya memperjuangkan perubahan nasib atau keadaan ke arah yang lebih baik. Keadaan yang lebih baik hanya muncul bila kita senantiasa melakukan karma baik. Walau menghadapi rintangan yang berat, tidak selangkah pun kita mundur dari tekad dan usaha yang baik. Karena meski dalam masa yang singkat belum dapat dinikmati hasilnya, akan tiba saatnya kelak karma baik kita berbuah. Apabila tidak juga dalam kehidupan sekarang ini, hasil karma tiada lenyap di akhirat. Kita berjuang melalui berbagai kehidupan dari dahulu, sekarang lalu selanjutnya hingga mencapai Kesempurnaan Mutlak.
“Ada lima hal, umat perumah tangga, yang didambakan, dicari, dicintai, tetapi tidak mudah dicapai di dunia ini. Apakah lima hal itu? Panjang usia, umat perumah tangga didambakan, dicari, dicintai, tetapi tidak mudah tercapai di dunia; kecantikan; kebahagiaan; kehormatan; alam surga didambakan, dicari, dicintai, tetapi tidak mudah tercapai di dunia. Nah, kelima hal ini, umat perumah tangga, tidaklah dicapai hanya dengan nazar atau doa. Aku jelaskan, untuk mencapainya, kenapa seseorang bersikap pasrah tak berdaya? Untuk memperoleh panjang usia, umat perumah tangga, tiada gunanya seorang penganut Ariya, merindukan panjang usia, hanya berdoa saja untuk itu, atau berpikir saja sebanyak mengenai hal itu. Jalan yang menuntun ke arah panjang usia harus ditempuh olehnya. Maka ia akan dihantar untuk memperoleh usia yang panjang, dan ia menjadi pemenang dalam hidup duniawi atau surgawi. Demikian pula halnya dengan kecantikan, kebahagiaan dan kehormatan”[1]Apa yang dicita-citakan tidaklah akan datang dengan sendirinya. Tanpa usaha dan perjuangan setiap orang cuma mengharap namun akan tetap jauh dari jangkauan prasetya para Bodhisattwa dan Buddha.
“Inilah prasetya murni para Buddha: Dengan Jalan Buddha yang Aku tempuh, Aku ingin membuat semua makhluk di alam semesta mencapai Jalan yang sama denganKu.”[2] Adakah kebahagiaanan yang sempurna jika masih ada makhluk yang mengerti? Demikianlah jika ada satu jiwa saja yang belum diselamatkan, para Bodhisattwa – calon Buddha akan datang kembali ke dunia untuk menolongnya. Pertolongan itu akan membuat semua orang menjadi sama denganya, mencapai Kebahagiaan Tertinggi, atau Kesempurnaan Mutlak. Tetapi pertolongan itu pula hanya datang lewat usaha dan perjuangan.
Menghormati pahlawan tentunya dengan meneruskan cita-cita dan perjuangannya. Jiwa kepahlawanan akan tetap hidup abadi menembus waktu dan zaman, sekali pun orang yang bersangkutan telah lama gugur atau wafat. Adanya gambar dan patung pahlawan mencerminkan penghargaan mereka yang berterima kasih kepada pahlawannya, dan senantiasa mengingatkan kepada cita-cita atau perjuangannya.
Buddha dihormati dan dipuja penganut-Nya sebagai pahlawan yang tiada banding. Adanya simbol, gambar, dan patung Buddha mencerminkan penghargaan, penghormatan, dan rasa terimakasih.
4 November 1986
[1] Anguttara Nikaya V, 5:43
[2] Saddharma Pundarika II