Mengenal Orang Suci
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Ada banyak orang suci, namanya ditemukan dalam kitab suci atau dikisahkan dari generasi ke generasi sebagai riwayat dahulu kala. Bagaimana dengan orang-orang suci sekarang ini? Siapakah mereka? Di mana adanya? Bagaimana kita dapat mengenali orang-orang suci? Barangkali kebanyakan orang tidak merasa perlu untuk menjawab pertanyaan ini, tetapi lebih suka menunjukan pada angka yang membesarkan hati: jumlah pemimpin dan pengikut ajaran agama sekarang jauh melampaui angka masa silam.
Seorang pemimpin agama seperti Devadatta tidak hanya merupakan bagian dari cerita zaman dahulu. Sosok pemimpin karismatik semacam dia dapat ditemukan kapan saja. Ratusan rahib pemula mengaguminya. Devadatta sakti mandraguna dan mendapat kepercayaan Raja Ajatasattu. Apalagi ia masih bersaudara dengan Buddha sendiri. Tetapi jubah kuningnya, yang justru mentereng, tidak sepadan dengan perilakunya. Devadatta ternyata adalah seekor musang yang berbulu ayam. Ia mengajarkan hal yang sesat dan berbuat khianat kepada Buddha.
Banyak orang mengagumi kekuatan supranatural, dan mengira bahwa kekuatan gaib atau magis menjadi ciri dari kesucian. Seperti juga pada kasus Kassapa yang menguasai ilmu gaib dan memiliki ribuan cantrik. Kassapa tiga bersaudara memimpin kaum Jatila yang memuja api. Dalam pandangan para pengikutnya, sebagaimana juga keyakinan Kassapa sendiri, tentu mereka adalah orang suci. Setelah menerima kunjungan Buddha dan mengakui kelebihan Buddha, Kassapa bersaudara itu akhirnya menyadari bahwa mereka belum mencapai tingkat kesucian seperti yang dikiranya semula. Kemampuan gaib semata-mata tidaklah mesti berhubungan dengan kesucian, sekalipun betul merupakan salah satu bentuk dari tenaga batin (abhinna) yang dimiliki orang-orang suci. Karena kekuatan gaib sering disalahgunakan, Buddha tidak mengizinkan para murid-Nya untuk mempertontonkan kemampuan tersebut.
Makhluk suci dinamakan ariya-punggala. Ia dapat berupa manusia, dan makhluk dari alam lain. Buddha mengelompokkan orang-orang suci menurut jalan (magga) dan buah atau hasil (phala) kesucian supraduniawi (lokuttara) yang telah dicapainya. Berdasar pengelompokkan ini dikenal empat pasang makhluk suci itu adalah: 1) Sotapanna, 2) Sakadagami, 3) Anagami, dan 4) Arahat. Setiap pasang makhluk suci ini terdiri dari dua tingkatan, yaitu: 1) yang telah mencapai jalan, dan 2) yang telah meraih hasil.
Seorang Sotapanna adalah orang suci tingkat pertama, yang berhasil memasuki arus kesucian dan dengan pasti maju tanpa kenal mundur atau mandek dalam perkembangan batinnya. Ia telah mematahkan tiga dari sepuluh belenggu kehidupan. Seorang Sotapanna tidak akan dilahirkan lagi lebih dari tujuh kali dalam perjalanannya mencapai Penerangan Sempurna. Seorang Sakadagami, orang suci tingkat kedua masih akan kembali sekali lagi mengalami kelahiran sebelum mencapai Penerangan Sempurna. Seorang Anagami, orang suci tingkat ketiga, tidak akan kembali lagi ke dunia atau alam dewa yang mengenal napsu. Setelah meninggal, ia akan terlahir di alam dewa yang luhur dan mencapai Penerangan Sempurna di sana. Ia telah mematahkan lima dari sepuluh belenggu kehidupan.
Orang yang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi dinamakan Arahat. Hanya Arahat yang telah meraih buah atau hasil pencapaian (Arahatta-phala) yang tidak harus belajar lagi (Asekkha). Semua tingkat kesucian di bawahnya termasuk Arahat yang baru mencapai Jalan Kesucian saja (Arahatta-magga) masih harus belajar lagi (sekkha). Seorang Arahat tidak akan mengalami kelahiran kembali. Kehidupannya yang sekarang adalah yang terakhir. Orang suci ini telah mencapai Nirwana. Ia telah mematahkan kesepuluh belenggu kehidupan secara menyeluruh. Seorang Buddha tidak lain dari Arahat, tetapi ia mencapai Nirwana dengan kekuatan sendiri, tanpa mendapat bantuan makhluk lain. Arahat lain mendapat bantuan Buddha atau melaksanakan ajaran-Nya.
Orang suci hanya dikenali dari perilakunya. Harus diakui orang biasa tidak mudah mengetahuinya secara tepat, terutama karena terikat pada konsep atau gagasannya sendiri. Ukuran kesucian dalam pandangan Buddha tidak lepas dari sejauh mana seseorang telah mematahkan belenggu kehidupan (samyojana) yang membuatnya menderita karena berulang-ulang menjalani siklus kehidupan. Belenggu tersebut terdiri dari sepuluh hal, yaitu: 1) pandangan sesat tentang keakuan (sakkayaditthi), 2) keraguan terhadap guru dan ajaran yang sejati (vicikiccha), 3) kepercayaan akan takhayul dan upacara saja dapat mengakhiri penderitaan (silabbataparamasa), 4) cengkeraman nafsu birahi (kamaraga), 5) keinginan jahat, benci, dan dendam (patigha/byapada), 6) nafsu keinginan untuk hidup di alam yang berwujud (rupa-raga), 7) nafsu keinginan untuk hidup di alam yang tak berwujud (arupa-raga), 8) kesombongan (mana), 9) kegelisahan (uddhacca), 10) ketidaktahuan atau kegelapan batin (avijja). Orang-orang suci menyingkirkan kotoran batin (kilesa). Mereka tidak akan tamak, tidak malas, tahu malu, dan takut berbuat salah.
Perilaku suci dapat pula dibedakan menjadi dua aspek yang berpasangan satu sama lain, yaitu menghindari kejahatan (papassa akarana) dan menanam kebajikan (kusala upasampada). Dalam kegiatan sehari-hari orang yang mengejar kesucian pasti setidak-tidaknya akan mematuhi lima pantangan. Ia tidak akan membunuh, tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak memperturutkan kesenangan indra atau birahi secara keliru, pantang mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan pantang makan atau minum sesuatu yang membuat mabuk atau menimbulkan ketagihan. Pada tingkat kesucian yang lebih tinggi, seperti seorang Anagami dan Arahat, tidak ada orang suci yang melakukan hubungan kelamin.
Dalam Brahmajala Sutta diuraikan berbagai macam perilaku orang suci dalam tiga kelompok, yaitu kelompok uraian yang pendek (cula), sedang (majjhima), dan panjang (maha). Kelima pantangan di atas merupakan bagian pertama yang termasuk kelompok uraian pendek. Secara keseluruhan, terlalu banyak untuk disebutkan di sini semua perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh orang suci. Misalnya memecah persatuan, melakukan pemalsuan, menyogok, memperbudak, menimbun barang, menggunakan barang mewah, berjudi, meramal, melakukan sihir dan merusak tumbuh-tumbuhan.
6 Maret 1991