Setan Pembawa Onar
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
“The Satanic Verses” seperti juga “The Last Temtation of Christ” menyinggung perasaan beragama dan membangkitkan huru-hara. Bisa jadi setan telah memengaruhi Salman Rushdie, untuk mendongeng tentang “Ayat-ayat Setan”. Tiada maaf bagi tukang dongeng itu, dan hidupnya terancam diintai pembunuh bayaran, orang-orang yang memusuhi setan, membakar amarah dan meledakkan aksi kekerasan. Jadilah manusia bagai setan yang membawa onar.
Peradaban manusia membedakan kebaikan dan kejahatan, kekuatan yang baik dan kekuatan yang jahat. Semua agama memandang setan yang jahat adalah musuh dari orang-orang yang baik. Tetapi apa dan siapa setan itu? Dalam mimpi setan muncul sebagai makhluk halus. Di angan-angan makhluk itu berwujud menakutkan.
Setan digambarkan berpuluh-puluh macam wujudnya dalam berbagai kitab agama Buddha. Ada setan yang bertubuh seperti ular, setan bertulang tanpa daging, yang berbulu seperti tombak, yang badannya diliputi bara api, yang tidak mempunyai kepala, yang mulutnya sekecil lubang jarum, atau kuku-kukunya panjang dan tajam bagai pisau, dan sebagainya. Setan-setan makhluk halus ini menghuni salah satu alam kehidupan yang menyedihkan. Terdapat empat alam yang menyedihkan, yaitu satu alam binatang, dan tiga alam yang tergolong neraka. Para makhluk di neraka pun mengenal kelahiran dan kematian.
Tidak selalu setan itu diartikan sebagai makhluk halus. Dalam agama Buddha setan atau mara adalah satu penamaan untuk lima pengertian. Yang pertama, setan yang tiada lain dari makhluk itu sendiri, berupa satuan jasmani dan rohani (khandha-mara). Yang kedua, setan berupa kotoran batin (kilesa-mara). Yang ketiga, setan dari kehendak (abhisankhara-mara). Yang keempat, setan berupa makhluk halus (devaputra-mara). Yang terakhir, setan dari kematian (maccu-mara).
Buddha menempatkan konsep pengertian setan terutama dalam terminologi abstrak, yang harus dikenal sebagai sifat yang buruk pada diri manusia sendiri. “Memandang sesuatu sebagai setan, memandangnya bersifat membawa kematian, memandangnya suatu yang menjadi busuk, sebagai suatu yang memperdaya, sebagai suatu anak panah (yang membinasakan), sebagai penyakit atau penderitaan, dan sumber dari penderitaan.” Pandangan ini diberlakukan terhadap bentuk fisik jasmani dan nonfisik atau unsur rohani seperti perasaan, pencerapan, bentuk pikiran, dan kesadaran.”[1]
“Di mana ada mata, Samiddhi, objek kesadaran mata, dan segala hal yang dikenali dengan mata, di sana ada setan dan gejalanya.” Tidak hanya mata, di mana ada indra-indra lain, di sana bisa ditemukan setan dan gejalanya.[2] “Para siswa, demikianlah, objek dikenali dengan mata, objek diinginkan, menyenangkan, menggiurkan dan disayangi, dengan dipenuhi rangsangan, membangkitkan nafsu yang rendah. Jika seorang siswa tergiur karenanya, menyambutnya, selalu terbelenggu padanya, ia dinyatakan sebagai orang yang memasuki rumah setan, dicengkeram kekuasaan setan. Jerat setan mengikatnya.” Demikian pula halnya dengan indra lain.[3]
Setan yang dikenali lewat indra muncul sebagai penggoda. Sebagaimana sering digambarkan dalam riwayat Buddha, perjuangan dalam batin petapa Gotama melawan keinginan dan nafsu yang rendah merupakan pertempuran yang hebat melawan setan atau mara. Buddha mencapai Penerangan Sempurna setelah menaklukkan setan dan bala tentaranya. Bala tentara setan tidak saja berupa makhluk yang berang menakutkan tetapi juga wanita yang elok seronok. Setan masih tidak jera-jeranya muncul menggoda Buddha hingga menjelang hari-hari terakhirnya hidup di bumi. Dalam Maha Parinibbana Sutta diuraikan setan pernah membujuk agar Buddha segera meninggalkan dunia ini.
Uraian tentang setan dapat ditemukan antara lain dalam Mara Sutta (Samyutta Nikaya IV). Ketika orang melakukan meditasi, setan seringkali mengganggu. Biksuni Vajira, misalnya, segera mengenali setan yang membuat bulu kuduknya berdiri karena rasa takut atau kuatir yang mengganggu konsentrasi pikirannya. Setan itu menghilang setelah ia menyadari gangguan itu sebagai kelemahan dalam dirinya. Setan bisa muncul dalam sosok seorang brahmana yang tampaknya suci, namun ia mengajarkan suatu yang salah, berlawanan dengan kesuciannya. Para siswa yang mengusai prinsip-prinsip ajaran Buddha tidaklah sulit membedakan yang benar dari yang sesat.
Setan tidak sulit dikenali. Tandanya adalah keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin. Tidaklah mungkin setan dikalahkan dengan kemarahan dan kebencian. Kemarahan dan kebencian justru adalah sifat setan. “Bila seseorang berbuat salah kepadamu, mukamu tegang diliputi kemarahan. Kemudian bagaimanakah keinginanmu, apa mau berbuat jahat seperti dia?”[4]
“Luka apa pun yang dapat diperbuat oleh orang yang bertentangan atau oleh orang yang saling membenci, maka pikiran yang diarahkan secara salah akan lebih parah melukai diri sendiri.”[5]
1 Maret 1989
[1] Samyuta Nikaya XXIII, 1
[2] Samyuta NIkaya XXXV, 65
[3] Samyuta NIkaya XXV, 114
[4] Visuddhimagga
[5] Dhammapada 42