Keselamatan Kerja
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Memperhatikan bawahan dan pekerja dalam Sigalovada Sutta dilambangkan dengan memuja ke arah bumi. Setiap penjuru alam dipuja, dalam arti dihargai dan dipelihara, sehingga memberi perlindungan bagi manusia yang hidup di tengah jagat raya. Bumi tidak hanya tempat berpijak, sementara manusia terpesona melihat ke sekeliling dan menengadah ke atas, Menyembah ke arah langit juga harus menyembah ke arah bumi. Dengan demikian seorang atasan dan pemberi kerja mendapat perlindungan dari arah bawah.
Apabila pihak atasan melaksanakan segala kewajibannya atau memperlakukan pihak bawahan dengan baik, maka para pegawai bekerja dengan baik pula, memenuhi jam kerja dengan segiat-giatnya. Para pelayan rumah tangga, misalnya, bangun lebih pagi dan tidur lebih malam dari majikannya. Mereka akan berterima kasih dan memuji atasannya. Dengan menghargai bawahan, atasan pun akan dihormati dan dicintai oleh bawahannya. Itulah maksudnya menyembah ke arah bumi akan menghasilkan perlindungan dari bawah. Salah satu kewajiban atasan yang mengharapkan perlindungan dari bawah adalah memperhatikan keselamatan dan kesehatan bawahan. Majikan atau pemberi kerja harus menjamin perawatan karyawannya yang sakit.”[1]
Secara umum, terlepas dari kewajiban yang terdapat pada suatu hubungan kerja, Buddha menyatakan bahwa barangsiapa bersedia merawat orang sakit, ia sama juga seperti melayani-Nya.[2] Terdorong oleh cinta kasih, apakah itu motif keagamaan atau kemanusiaan, masyarakat menggerakkan bermacam-macam usaha dan mendirikan berbagai lembaga sosial untuk menolong sesama manusia, meringankan penderitaan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi pemberi kerja, majikan, atau pengusaha untuk tidak memperhatikan kesehatan dan keselamatan karyawannya. Apalagi Buddha mencela orang yang mengabaikan pihak lain dengan hanya mengutamakan kepentingan sendiri. Ia mengajarkan bahwa seorang manusia justru dapat menyempurnakan dirinya dengan menanggalkan keakuan dan berkorban untuk menyelamatkan orang lain.
Jika suatu perbuatan melibatkan lebih dari satu pihak, baik atau buruknya perbuatan dinilai dari apakah menyenangkan atau memberi manfaat untuk semua pihak yang terlibat. Baik (kusala) itu mengandung pula pengertian sehat, secara fisik ataupun mental.[3] Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bermanfaat baik bagi pengusaha dan perusahaannya atau pun bagi tenaga kerja. Menjadi penting tidak hanya sebagai hak karyawan atau kewajiban pemberi kerja. Namun lebih jauh lagi, jaminan dan perlindungan atas keselamatan atau kesehatan tenaga kerja akan memberi ketentraman dan ketenangan kerja, sehingga memungkinkan peningkatan prestasi dan produktivitas.
“Seseorang yang melihat sebab-akibat, ia melihat Dharma,” demikian sabda Buddha.”[4] Mengabaikan perlindungan termasuk tidak memanfaatkan alat pelindung atau melalaikan suatu prosedur pengaman ketika melaksanakan pekerjaan adalah sebab yang memberi akibat timbulnya gangguan kesehatan atau kecelakaan. Pada hakikatnya setiap manusia adalah majikan dari dirinya sendiri dan bebas memilih yang terbaik bagi dirinya dengan konsekuensi memikul pula tanggung jawabnya. Suatu peristiwa yang menurut bahasa umum adalah ganjaran, hadiah atau hukuman, juga tidaklah lepas dari hubungan sebab akibat.
Etika dalam agama Buddha tidak didasarkan pada ketaatan terhadap suatu perintah, melainkan lebih didasarkan pada pengertian yang benar terhadap bahaya yang akan timbul atau akibat yang buruk dari suatu kelalaian. Mematuhi segala ketentuan tentang K3, misalnya, tidak karena terpaksa, tetapi karena adanya kesadaran yang timbul dari pengertian yang benar. Sesuai dengan pengertian yang benar, tentu saja mencegah penyakit lebih mudah dan lebih baik daripada mengobati setelah jatuh sakit. Kewaspadaan, tindakan pengamanan, dan pencegahan terhadap terjadinya gangguan kesehatan tidak menunggu hingga terjadinya korban kecelakaan. Jangan tunggu sakit sekalipun ada obatnya, jangan tunggu celaka sekalipun ada santunannya.
Di negara berkembang, orang berusaha memperoleh kemakmuran mengejar negara maju. Kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan penderitaan telah merendahkan martabat manusia, lalu manusia berjuang untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih layak. Kesejahteraan fisik dicapai melalui kegiatan ekonomi. Produksi dan kekayaan menjadi tujuan yang penting. Ketika produksi menjadi tujuan dengan memperalat manusia, selanjutnya yang terjadi adalah pembudakan. Maka agama memiliki peran untuk mengingatkan kembali bahwa tujuan produksi sebenarnya adalah memenuhi kebutuhan manusia dan menyelamatkan manusia.
Januari 1989
[1] Digha Nikaya 31
[2] Maha Vagga VIII, 26;3
[3] Majjhima NIkaya I, 414
[4] Majjhima Nikaya I, 190-191