Nilai-Nilai Kewiraswastaan
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Surat Pemerintah Sebelas Maret (Supersemar) menyelamatkan keutuhan dan kehidupan bangsa atau negara. Kepemimpinan Soeharto, pengemban Supersemar, telah menciptakan keamanan, ketenangan, dan kestabilan pemerintahan. Supersemar pun menjadi sangat berarti bagi pembangunan nasional. Tidak lupa pada lahirnya Supersemar, eksponen angkatan 66 memperingati peristiwa besar itu dengan menampilkan seminar sektor informal. Sektor ini diakui sebagai penyangga dari perekonomian nasional dan besar perannya dalam pembangunan.
Pedagang koran, bunga, kayu bekas, besi tua, atau pengamen, perajin batik, misalnya, merupakan sebagian pelaku sektor informal. Juga tukang rambutan yang muncul dalam sajak Taufik Ismail yang menggambarkan suasana di sekitar lahirnya Supersemar:
Ya, mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah,
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya,
Sampai kita bisa naik bus pasar yang murah pula
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, Bu.
Hidup Pak Rambutan! Hidup Rakyat!
Saya tersedu, Bu. Saya tersedu,
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
Buddha mengakui adanya penggolongan orang besar dan orang kecil. Tetapi penggolongan itu tidak datang semata-mata, karena suratan yang dibawa menurut kelahiran. Orang yang terlahir sebagai anak orang kaya tidak berarti di kemudian hari juga tetap kaya. Orang yang terlahir di keluarga ksatria tidak juga pasti ksatria. Anak pedagang tidak berarti akan menjadi pedagang. Buddha menolak kasta, yang ditentukan menurut kelahiran. Tetapi nasib orang ditentukan oleh perjuangan sendiri.
Orang kecil itu dikeluhkan terhimpit dari berbagai jurusan. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain, harus bertahan, tetap berdiri, dan mandiri. Jiwa wiraswasta tumbuh berkejaran dengan sempitnya kesempatan, termasuk pula penggusuran atas nama kamtib.
Untuk mencapai sukses, kita diingatkan pada Lima Faktor Kekuatan (bala-dhamma) dalam melakukan pekerjaan apa pun. Kekuatan itu adalah: iman dan keyakinan (saddha), semangat atau kewiraan (viriya), ingatan sadar atau penuh waspada (sati), pemusatan konsentrasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna).”[1]
Memiliki kekuatan menjadi berarti bila dimanfaatkan. Apa yang dikerjakan pada suatu ketika atau kegiatan sehari-hari seringkali belum memanfaatkan segenap potensi dalam diri sendiri. Misalnya banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tetapi yang dipakai ternyata hanya sebagian kecil. Pemahaman atas diri sendiri, termasuk harta yang terpendam dalam diri ini adalah sangat penting.
Dalam ajaran Buddha, terdapat petunjuk yang dapat dikembangkan sebagai nilai-nilai kewiraswastaan. Petunjuk itu diambil dari Tujuh Harta Orang yang Baik (Sappurisadhamma). Harta tersebut berupa: 1) Memahami sebab musabab terjadinya suatu (dhammannuta). 2) Memahami akibat dari sesuatu hal (atthannuta), 3) Memahami diri sendiri dan menempatkan diri sesuai tempatnya (attanuta). 4) Memahami takaran kebutuhan dan memperolehnya dengan cara yang pantas lagi benar, sebatas yang diperlukan (mattannuta). 5) Memahami saat yang tepat untuk melakukan sesuatu yang pantas dilakukan (kalannuta), 6) Memahami adanya dan beda golongan orang serta apa yang pantas diperbuatnya di tengah golongan tertentu (parisannuta), 7) Memahami bagaimana membedakan watak orang yang baik pantas dijadikan sahabat dan yang buruk tak pantas dijadikan sahabat (puggalaparo parannuta).[2]
Pemahaman atas diri sendiri dan faktor-faktor lain tersebut di atas akan meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri, menyingkirkan rasa rendah diri ataupun keputusasaan. Sikap mental dan kepribadian seringkali lebih berperan ketimbang tingkat pendidikan formal. Kebanyakan orang tak pernah merasa cukup. Lebih senang dianggap miskin dan terbiasa meminta atau menggantung pada orang lain. Dengan mengembangkan pemahaman terhadap kecukupan, seseorang cenderung merubah kebiasaan untuk justru memberi. Supaya bisa memberi, mereka yang kreatif tidak memasrahkan diri dihimpit oleh situasi, tetapi bahkan menciptakan atau merubah situasi.
Memiliki kekuatan dan harta tersebut di atas, kita tahu apa yang dikehendaki, bagaimana mendapatkannya, di mana dan kapan harus mendapatkannya. Kemauan harus benar-benar menguasai pikiran. Sepenuh jiwa dan raga dipersiapkan dan digerakkan, bagai Siddhartha yang berusaha keras mencapai Penerangan Sempurna.
Wiraswasta tak lain dari perwujudan kewiraan dengan melaksanakan sesuatu usaha, dengan kesiapan menghadapi risikonya serta menggunakan sumber kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Kewiraswastaan pun tidak terbatas pada bidang ekonomi, tetapi meliputi segala bidang pekerjaan.
11 Maret 1987
[1] Anguttara NIkaya V, 2;15
[2] Anguttara Nikaya VII, 7;64