Anak, Tumpuan Harapan
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Barangkali banyak anak dilahirkan sebagai hasil sampingan dari hubungan seks orangtuanya. Tetapi pada zaman mutakhir yang sarat perencanaan di segala bidang, dengan keluarga berencana sebagai primadona, sepantasnya tidak ada kelahiran anak yang tidak direncanakan.
Sukar untuk mencapai kelahiran sebagai manusia, sukar pula kehidupan manusia. Sukar untuk mendengarkan Hukum Kebenaran dan sukar pula munculnya seorang Buddha.”[1]
Hidup sebagai manusia di bumi diawali dengan kelahiran. Kelahiran seorang manusia di suatu tempat, harus didahului matinya suatu makhluk, mungkin di tempat lain dari bumi ini ataupun di alam lain. Agama Buddha mengenal adanya 31 alam kehidupan tempat penjelmaan atau kelahiran dari bermacam-macam makhluk sesuai dengan karmanya masing-masing. Melalui lahir dan mati dari alam yang satu ke alam yang lain, ataupun kembali ke alam yang sama, para makhluk mengembara mengarungi arus kehidupan berulang-ulang (samsara).
Dalam Maha Tanhasankaya Sutta diuraikan bahwa kehamilan akan terjadi kalau memenuhi syarat: (1) Adanya pertemuan elemen seks laki-laki dan perempuan. Elemen seks itu kita kenal sebagai sperma dan ovum. (2) Masa yang subur dari calon ibu. Subur berarti terjadi pengeluaran ovum yang matang. Subur berhubungan pula dengan kondisi yang tepat, yaitu siapnya rahim untuk ditanami hasil pembuahan. (3) Patisandhi-vinnana atau calon makhluk yang memasuki kondisi hidup baru. Patisandhi-vinnana secara awam dinamakan jiwa, batin, tepatnya merupakan kesadaran-penerusan, membawa tenaga karma yang tak terlihat yang berasal dari kehidupan lampau yang memberi gaya hidup kepada janin. Karena itu dinyatakan manusia lahir dari rahim perbuatan (kammayoni).
Mengingat sukarnya mencapai kelahiran sebagai manusia, maka setiap bayi yang dilahirkan hendaknya merupakan kelahiran yang memang direncanakan atau dikehendaki. Suatu kelahiran hendaknya membawa manfaat baik bagi bayi itu sendiri, orang-tuanya, keluarga, ataupun masyarakatnya.
Baru saja dunia menyambut lahirnya penduduk bumi yang kelima milyar. Secara simbolis terpilih Matej Gaspar, yang dilahirkan di sebuah rumah sakit di Zagreb, Yugoslavia Utara. Bayi laki-laki itu lahir pada tanggal 11 Juli yang lalu pukul 08.35 waktu setempat. Ia dilahirkan sejahtera dan disambut dengan penuh keramahan. Namun apa bumi ini masih akan ramah bila pertambahan penduduk melaju tak tertahankan.
“Hari Lima Milyar” itu sudah lewat. Di hadapan kita anak-anak Indonesia merayakan hari miliknya. Peringatan Hari Anak Nasional tidak hanya untuk memberi kegembiraan yang sesaat. Hari itu mengingatkan kita untuk meningkatkan perhatian pada anak-anak. Mereka adalah tumpuan harapan dan di tangannya terletak hari depan bangsa.
Pada masa kita belum tergolong sebagai bangsa yang maju, sekalipun potensi manusia dan sumber daya alam menjanjikannya. Dalam bidang ekonomi, teknologi, olahraga, dan kesejahteraan, kita masih terbelakang. Agar lepas dari keterbelakangan, peranan agama terutama dalam memperbaiki sikap mental, termasuk mendorong kemauan yang gigih atau mempertebal rasa tanggung jawab. Bimbingan kehidupan beragama menyertai pembangunan semua sektor bagi kesejahteraan anak. Melahirkan generasi dengan harapan hidup yang setinggi-tingginya sekaligus pula menciptakan generasi yang mampu memajukan bangsa dan negaranya.
“Walau seseorang hidup seratus tahun tetapi tak berpengetahuan dan tak mengendalikan diri, maka lebih baik sesungguhnya hidup sehari dari orang yang senantiasa bijaksana dan sadar. Walau seseorang hidup seratus tahun tetapi malas dan lemah, maka lebih baik sesungguhnya hidup sehari dari orang yang sungguh-sungguh berusaha dengan sekuat tenaga.”[2]
Bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, kecukupan pangan hanya merupakan sebagian dari makanan yang dibutuhkan karena manusia terdiri dari jasmani dan rohani, maka makanan yang dibutuhkan pun tidak hanya berupa materi. Kehidupan manusia memerlukan empat macam makanan (ahara), yaitu: (1) makanan berupa materi atau pangan (kabalikarahara), (2) makanan berupa kontak dari indra terhadap suatu objek atau terhadap dunia luar (phassahara), (3) makanan berupa kehendak pikiran yang melahirkan perkataan dan perbuatan (manosancetanahara), (4) makanan berupa kesadaran (vinnanahara).
Bilamana anak itu dilahirkan karena memang didambakan maka baginya pun dipersiapkan makanan yang terbaik. Anak pantas menjadi tumpuan harapan manakala kebutuhan bagi kelangsungan hidupnya terjamin dengan baik. Semua pasangan orangtua memiliki cinta dan tanggung jawab untuk memenuhinya.
Setiap anak pun merasa damai di bawah lindungan orangtuanya. Seperti Rahula (ketika berumur tujuh tahun) dengan spontan berkata mengenai ayahnya, “Bayangan-Mu saja telah menimbulkan ketentraman dalam hatiku.”
22 Juli 1987
[1] Dhammapada 182
[2] Dhammapada 111-112