Kewajaran Menghadapi Perubahan
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Ada banyak sebab yang membuat harga bahan bakar minyak (BBM) mesti dinaikkan. Ada banyak akibat yang mengikuti kenaikan harga tersebut. Setiap sebab menghasilkan akibat, dan akibat bergantung pada sebab. Itulah sifat yang terdapat dalam hukum karma: akibat telah berkembang di dalam sebab. Dari sebab yang baik diperoleh akibat yang baik, dari benih yang baik diperoleh buah yang baik.
Harga BBM dinaikkan dengan alasan dan tujuan yang baik. Banyak orang memahami benar kebijaksanaan itu. Pada masa yang lalu kenaikan BBM diumumkan secara mendadak, sehingga mungkin saja membuat masyarakat kaget atau panik. Pengumuman kenaikan harga BBM pada hari Kamis malam 24 Mei lalu justru seharusnya ditunggu-tunggu oleh masyarakat, karena pemerintah sudah mengemukakan rencana itu jauh-jauh hari sebelumnya. Tetapi bagaimana pun orang tetap merasa was-was menghadapi setiap bentuk perubahan.
Kebanyakan orang tidak menyukai adanya perubahan. Padahal dunia dan isinya selalu berubah. Dirinya sendiri, bahkan jiwanya pun bukanlah sesuatu yang tetap tidak berubah. Apa yang dinamakan kelangsungan dan kesinambungan hanya tampaknya tidak berubah dalam periode waktu tertentu, namun sesungguhnya tidak lain dari serangkaian perubahan yang bergerak terus-menerus. Tingkat dan kecepatannya dalam ukuran waktu saja yang membedakan. Tidak ada suatu keadaan yang sama pada waktu yang berbeda. Maka perubahan itu adalah kebenaran. Tidak salah kalau Menhankam L.B. Moerdani menyatakan bahwa kesinambungan tak berumur panjang, sedangkan perubahan bersifat abadi.
Ketidakkekalan atau anicca merupakan salah satu dari tiga corak kehidupan (ti-lakkhana). Apa saja yang timbul, terbentuk, dan saling bergantungan, adalah tidak kekal. Apa saja yang bersyarat, ada yang terjadi hanya untuk sementara. Sabbe sankhara anicca: Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya.
Corak umum yang kedua adalah ketidaksempurnaan atau penderitaan. Apa saja yang tidak kekal, tidak sempurna, tidak memuaskan, dan mendatangkan kepedihan. Di dalam sesuatu yang tidak kekal di sana terdapat penderitaan. Sabbe sankhara dukkha: Segala sesuatu yang berkondisi mengandung penderitaan.
Corak umum yang ketiga yaitu tiadanya inti yang abadi, yang berdiri sendiri. Sabbe dhamma anatta: segala sesuatu tidak memiliki inti yang kekal.
Jika manusia berbuat seolah-olah tidak berubah, mempertahankan sikap yang lama dan tidak dapat mengikuti hal-hal baru yang dihadapinya, setiap bentuk perubahan akan menimbulkan penderitaan baginya. Wajar tentunya kalau manusia berusaha menyesuaikan diri menghadapi perubahan. Dalam menghadapi kenaikan harga BBM misalnya, barangkali masyarakat terdorong untuk mengurangi konsumsi BBM. Penyesuaian tarif angkutan dan harga barang-barang pantas terjadi kalau perusahaan tidak sanggup mengimbangi beban pembiayaan. Masyarakat akan memahami dan dalam batas kewajaran mestinya tidak berkeberatan untuk menanggung beban penyesuaian itu.
Sebenarnya semua orang bisa menyenangi perubahan. Tiap mengunjungi pameran atau melihat etalase toko, orang ingin melihat adanya barang baru. Banyak orang yang mengharapkan perubahan suasana, merindukan suasana yang baru. Tak seorang pun akan menolak perubahan kalau perubahan itu pasti mendatangkan kebaikan, keuntungan, dan ketenteraman baginya. Orang tidak menyukai perubahan kalau perubahan itu berupa sesuatu hal yang tidak pasti, yang mungkin akan merugikan dan menimbulkan ancaman baginya. Maka menjadi masalah, bagaimana memanfaatkan suatu perubahan sebagai kesempatan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Bukankah kebanyakan orang bersedia membayar lebih mahal untuk pelayanan yang lebih baik dan membeli lebih mahal untuk barang yang lebih bermutu?
Pada saat kenaikan harga BBM diumumkan, masih ada dua jam tersisa di hari itu untuk mendapatkan bensin dengan harga lama. Masyarakat pemilik mobil segera bereaksi memburu pompa bensin, sehingga terjadi antrean panjang hampir di semua pom bensin. Mereka terbilang kaya. Apa artinya keuntungan yang dikejar malam itu? Sebagai kepuasan, tidak lain dari pertanda bagaimana nafsu keserakahan bekerja. Gejala itu pun menunjukkan bagaimana orang masih ingin menikmati sesuatu yang belum berubah. Pada hari-hari selanjutnya harga barang dan jasa bergerak naik. Yang wajar bukan masalah, namun pelaku bisnis yang berspekulasi akan menambah beban bagi masyarakat yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Tidakkah orang kecil akan semakin terhimpit penderitaan? Bagaimana perubahan itu akan menghasilkan suatu keadaan yang lebih baik?
Jika kayu bakar telah menjadi abu, tidak akan kembali menjadi kayu bakar. Dogen mengingatkan agar orang jangan terikat pada pandangan bahwa abu yang belakangan itu dulunya adalah kayu bakar. Apa yang mesti kita pahami, sesuai dengan ajaran Buddha, kayu bakar berkedudukan sebagai kayu bakar, abu sebagai abu. Ada tahapan yang mendahului, ada yang belakangan, tetapi keduanya dengan jelas terpisah. Sebagai halnya musim salju tidak dipandang berubah menjadi musim semi, atau musim semi menjadi musim panas. Ketika muncul kehidupan, itulah kehidupan. Ketika muncul kematian, itulah kematian. Ujar Dogen selanjutnya, “Tiada alasan keberadaanmu dipengaruhi olehnya.” Kita bisa mengatakan pada saat kondisi tarif baru BBM, tidak seluruhnya mesti mengejar tarif lama BBM. Keduanya dapat jelas terpisah.
“Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya,” demikian sabda Buddha. “Bila orang dapat melihat hal ini dengan bijaksana, ia akan terbebas dari penderitaan. Inilah jalan menuju kesucian.”[1]
6 Juni 1990
[1] Dhammapada 277