Kunjarakarna dan Purnawijaya (Indonesia)
- By admin
- June 4, 2022
- Aneka Cerita dari Dunia Timur
Dahulu kala terdapat seorang makhluk Yaksa yang bernama Kunjarakarna. Kunjara berarti gajah dan Karna berarti telinga. Telinga gajah yang besar melambangkan gemar mendengar dan rajin belajar. Hatinya gundah memikirkan penjelmaannya yang terkatung-katung sebagai manusia, tetapi bukan manusia, sebagai dewa juga tidak sepenuhnya dewa. Ia mendengar mengenai Sri Buddha yang menjadi Guru Agung para dewa dan manusia. Maka ia pergi menghadap Buddha Wairocana di Bodhicitta. Sebelum Buddha Wairocana mengajarkan Dharma, Kunjarakarna diharuskan pergi berguru kepada Dewa Yama di Neraka.
Kunjarakarna pun pergi menuju Neraka. Dengan menyebut nama Sri Buddha ia diterima di Kahyangan Dewa Yama. Kunjarakarna menerima petunjuk serta bimbingan dari Dewa tersebut. Ia pun menyaksikan orang-orang berdosa disiksa. Kata Dewa Yama. “Mereka disiksa, dipukul dengan gada besi karena pekertinya dahulu buruk dan jahat. Hasil perbuatannya yang jahat itulah yang menjadi gada besi yang kemudian menderanya.”
Mereka yang berdosa digiring menuju kawah melalui jembatan besi yang di bawahnya penuh kobaran api. Tampak sebuah kawah yang masih kosong. Agaknya sedang dipersiapkan untuk digunakan.
Kunjarakarna bertanya kepada gurunya, “Wahai Yamadipati, siapa gerangan yang akan dimasukkan ke dalam kawah yang sedang dipersiapkan itu?”
Jawab Dewa Yama, “Kawah itu dipersiapkan untuk Purnawijaya, seorang bidadara.”
“Ah, mengejutkan sekali. Bagaimana mungkin sampai demikian Yamadipati, bukankah Purnawijaya berasal dari Surga dan dihormati oleh para bidadara-bidadara?”
Kunjarakarna tidak saja kenal, tetapi bahkan bersahabat erat dengan Purnawijaya.
“Hai Kunjarakarna, setiap perbuatan jahat akan menuntun makhluk apa saja yang memasuki neraka. Ia yang berdosa karena membunuh, mencuri, menipu, asusila, angkara murka, menghukum orang yang tidak besalah, sombong, tidak menghormati orangtua, tidak mengasihi makhluk hidup dan segala perbuatan tercela lainnya, akan tertarik ke dalam kawah neraka.”
Setelah selesai berguru kepada Dewa Yama, Kunjarakarna segera pergi mencari sahabatnya. Sekalipun tengah malam. Purnawijaya yang sedang tidur bersama istrinya terjaga karena ketukan pintu tamunya. Dengan tergesa-gesa Kunjarakarna menyampaikan pengalamannya di neraka kepada Purnawijaya. Tentu saja pasangan suami istri itu amat terperanjat. Purnawijaya tidak dapat menahan tangisnya, Ia memeluk Kunjarakarna dan ratapnya, “Wahai sahabatku, tolonglah aku, hindarkan dari jalan ke Neraka. Sungguh tak terhingga besarnya dosa yang pernah kulakukan.”
“Purnawijaya, apa dayaku untuk menolongmu? Tentulah dirimu sendiri yang harus berusaha. Aku hanya bisa menyarankan agar engkau ikut denganku menghadap Buddha Wairocana.”
Maka Purnawijaya pun meminta diri kepada istrinya. Kunjarakarna menerima ajaran tentang kesempurnaan hidup dan kebahagiaan sejati. Buddha Wairocana memberkahinya. Tubuhnya dibenamkan ke dalam air suci, dan seketika Kunjarakarna bercahaya. Ia telah menjadi Dewa.
Kemudian Purnawijaya pun diterima menghadap Buddha Wairocana. Ia menerima wejangan Dharma dengan khidmat. Tetapi ia tidak dapat dihindarkan dari maut. Sebagai akibat perbuatannya di masa lampau, ia juga tetap akan memasuki Neraka. Tetapi karena tobat dan kesucian yang dicapainya sekarang, di Neraka ia hanya akan tinggal selama sepuluh hari saja.
Purnawijaya kembali ke rumahnya. Istrinya, Kusumagandawati diiringi bidadari-bidadari lain menyambutnya. Mereka semua takjub melihat Purnawijaya yang kini tekun melatih semadi.
Ia berpesan kepada istrinya, bahwa ia akan tampak bagaikan tidur selama sepuluh hari. Selama itu istrinya ditemani bidadara-bidadari harus menjaga tubuhnya.
Sesungguhnya maut telah menanti. Purnawijaya meninggalkan jasmaninya yang terlihat bagaikan tidur. Ia ditarik oleh perbuatannya yang sudah lalu, bagai bayangan yang senantiasa mengikuti menuju ke kawah Neraka. Ia tidak menolaknya, dan memang tidak bisa menolaknya. Selama berada di dalam kawah ia tetap bersemadi. Air kawah menjadi tenang dan jernih. Lewat hari yang kesepuluh, tiba-tiba kawah itu hancur dengan sendirinya. Api pun padam, yang tertinggal hanyalah cahayanya. Di tempat itu tumbuh pohon-pohon yang berdaun emas, dan muncul kolam dengan bunga teratai yang amat indah.
Semua makhluk neraka terkejut. Dewa Yama pun tercengang keheranan. Mengingat timbunan dosa yang sudah diperbuat oleh Purnawijaya seharusnya ia disiksa selama seratus tahun di Neraka. Tetapi setelah Purnawijaya menjelaskan bahwa ia menerima anugerah Dharma, Dewa Yama pun memahaminya. Kemudian Purnawijaya diizinkannya pulang pada jasadnya.
Maka pada hari kesebelas, bangkitlah Purnawijaya dari kematiannya. Istrinya amat bersuka cita. Semua bidadara-bidadari dikumpulkan. Mereka bersama-sama pergi ke Bodhicitta. Di sana mereka memuja Sri Buddha.
Pada saat itu datang pula para dewa. Dewa Yama bertanya apakah sebabnya Purnawijaya diselamatkan dari hukuman seratus tahun dalam kawah neraka. Buddha Wairocana menguraikan riwayat Kunjarakarna dan Purnawijaya. Sabdanya kemudian, “Perhatikanlah pahalanya mereka yang mengabdi kepada Dharma.”
Dan menyembahlah mereka semua kepada Sri Buddha, lalu kembali ke tempat masing-masing.
Setelah peristiwa itu, Purnawijaya membicarakan dengan istrinya niat untuk pergi bertapa. Dengan berat hati Kusumagandawati pulang ke Keindraaan di Surga. Kunjarakarna bertemu kembali dengan Purnawijaya di gunung Mahameru. Mereka bersama membuat pertapaan. Kemudian keduanya menjalani tapa selama dua puluh tahun. Setelah mencapai kesempurnaan. Mereka pun pulang ke Surga.