Ajatasattu (India)
- By admin
- June 4, 2022
- Aneka Cerita dari Dunia Timur
Pangeran Ajatasattu adalah putra Raja Bimbisara. Ia sangat menghormati seorang rahib yang berkekuatan gaib. Rahib itu bernama Devadatta.
Pada suatu hari, seorang anak kecil yang berkalung beberapa ekor ular tiba-tiba melompat ke atas pangkuan Ajatasattu. Sudah tentu pangeran merasa terkejut dan takut. Tetapi anak itu bersama ularnya seketika lenyap. Muncul di hadapan pangeran Devadatta yang tertawa terbahak-bahak. Maka sadarlah Pangeran Ajatasattu, anak tadi tentu cuma sekadar penjelmaan Devadatta.
Dua kali dalam sehari Pangeran Ajatasattu mengunjungi Rahib Devadatta. Ia mengirimkan lima ratus piring makanan untuk pengikut-pengikut rahib. Semua kebutuhan mereka selalu dipenuhinya. Kemudian mereka membuat persekutuan untuk membunuh Sri Buddha dan Raja Bimbisara. Sri Buddha adalah guru dari Devadatta dan rahib-rahib lainnya. Devadatta ingin menjadi pemimpin dari semua rahib. Sedangkan Ajatasattu ingin segera menjadi raja.
Usaha pembunuhan Sri Buddha tidak berhasil. Akhirnya Devadatta sendiri yang meninggal. Begitu pula usaha membunuh Raja Bimbisara mengalami kegagalan. Pangeran Ajatasattu tertangkap dan ditahan oleh pengawal istana yang setia kepada Raja Bimbisara. Tetapi ayahnya ternyata amat menyayanginya. Raja Bimbisara tidak menjatuhi hukuman kepada Pengeran Ajatasattu. Sebaliknya ia dengan suka hati dan penuh rasa kasih menyerahkan takhta kerajaan kepada putranya. Maka Ajatasattu pun kini menjadi seorang raja.
Tetapi Ajatasattu tidak berbudi. Ia tidak menerima kasih kepada ayahnya. Devadatta pernah menceritakannya bahwa raja itu adalah ayah tirinya. Setelah berkuasa, ia bahkan memenjarakan Raja Bimbisara dan tidak memberikannya makanan. Hanya ibunya yang bebas memasuki penjara setiap hari. Ibu suri yang setia kepada suaminya menyelundupkan makanan dengan menyembunyikannnya dalam kain ikat pinggang.
Karena Raja Bimbisara masih tampak segar bugar, Ajatasattu mulai mencurigai ibunya. Perbuatan ibu suri pun tertangkap basah. Setiap akan memasuki penjara, ikat pinggang ibunya diperiksa. Maka ibu suri menyelundupkan makanan dengan cara lain. Sekalipun tidak banyak, ia masih bisa menyembunyikan makanan di dalam gelung rambut. Cara inipun akhirnya diketahui oleh Raja Ajatasattu.
Sang ibu tidak kekurangan akal. Kini ia mandi dengan campuran madu, mentega, keju, dan gula. Dengan menjilati tubuh isterinya, Raja Bimbisara dapat mengatasi rasa lapar. Tetapi Ajatasattu yang kejam itu pun segera mengetahui. Kemudian ia melarang ibu suri berkunjung ke penjara.
Karena Raja Bimbisara telah mencapai tingkat kesucian, ia masih mampu mempertahankan hidupnya. Sekalipun tidak makan, ia menikmati kebahagiaan rohani. Ajatasattu yang keji memutuskan untuk mengakhiri hidup raja tua yang malang itu. Ia memerintahkan seorang tukang cukur untuk menyayat, membubuhi garam dan minyak, lalu membakar tubuh ayahnya di atas batu bara.
Padahal ketika melihat kedatangan seorang tukang cukur Raja Bimbisara menduga bahwa Ajatasattu telah insaf. Tukang cukur akan mencukur janggut serta rambutnya dan kemudian ia dibebaskan. Tetapi berlawanan dengan harapannya, tukang cukur itu tanpa belas kasihan melaksanakan perintah Raja Ajatasattu. Raja tua yang baik pun meninggal.
Pada hari itu pula lahir anak pertama Ajatasattu. Berita kelahiran dan berita kematian mencapai istana pada saat yang bersamaan. Berita kelahiran dibicarakan lebih dahulu. Ajatasattu amat berbahagia menerima berita lahirnya putra mahkota. Tak terlukiskan suka cita dan rasa penuh cinta yang berkobar dalam dirinya. Sedemikian bergelora, rasanya cinta menembus segenap sumsum tulangnya. Tubuhnya bergetar dan seketika ia berteriak, “Cepat bebaskan ayahku!” Tumbuh dalam hati nuraninya perasaan cinta pada sang ayah. Ia ingin kebahagiaannya dirasakan pula oleh ayahnya. Tetapi terlambat sudah. Raja Bimbisara telah menutup mata untuk selama-lamanya.
Segera ia mencari ibu suri lalu bertanya, “Ibu, Ayah mencintaiku ketika aku masih kecil?”
“Apa yang kau katakan itu, Nak!” tegur ibunya. “Ketika kau masih dalam kandunganku, aku mengidam ingin menghirup darah dari tangan kanan ayahmu. Tetapi hal ini tak berani kukatakan kepadanya. Karena menahan keinginan itu, aku menjadi pucat lagi kurus. Akhirnya aku terbujuk untuk mengemukakannya. Beruntung ayahmu dengan senang hati memenuhi keinginan itu. Akupun menghirup cairan yang menjijikkan tersebut.”
Setelah menghela nafas sejenak, ibu suri melanjutkan kata-katanya, “Ahli nujum meramalkan bahwa kau akan menjadi musuh ayahmu sendiri. Sesuai dengan itu kau diberi nama Ajatasattu, yang berarti musuh yang belum terlahir. Aku mencoba menggugurkan kandunganku, tetapi ayahmu mencegahnya. Setelah kau lahir, aku ingin membunuhmu. Lagi-lagi ayahmu melarangku. Pada suatu ketika kau menderita bisul pada jarimu. Tidak seorang pun yang dapat membujukmu tidur. Tetapi ayahmu yang sebenarnya sibuk dengan sidang di istana, mengambil kau serta menimangnya. Dengan hati-hati ia menghisap bisulmu. Bisul itu pecah, dengan nanah dan darah dalam mulutnya. “Anakku, Ayahmu mengerjakannya karena cintanya kepadamu.”
Ajatasattu pun menangis, meratap, serta menyesali perbuatannya.