Hadiah yang Baik
- By admin
- March 30, 2022
- Belajar Menjadi Bijaksana
Tahun Baru sekejap saja sudah berlalu. Bunga-bunga bingkisan pun telah layu. Namun ingatan pada hadiah Tahun Baru barangkali masih meninggalkan kesan. Ingat pada hadiah, ingat pula pada orang yang memberi. Hadiah merupakan ungkapan penghargaan yang tulus dari seseorang terhadap orang lain. Penghargaan itu bisa mengandung arti sayang, menaruh perhatian, perasaan berterima kasih, simpati, atau ucapan selamat.
Ketika Raja Pasenadi dari Kosala bertanya kepada Buddha tentang siapa yang pantas diberi hadiah, Buddha menjawab tidak berbeda dari pendapat orang-orang pada umumnya, “Berikan kepada dia yang berkenan di hati.” Hadiah adalah sesuatu barang yang diberikan dengan senang hati atau sukarela, yang sudah semestinya dimaksudkan untuk orang yang juga kita senangi. Maka dalam pergaulan sehari-hari, memberi hadiah itu dapat menjalin dan mempererat hubungan antar manusia.
Hadiah dalam pandangan agama Buddha digolongkan dana, namun bukan berarti derma atau sumbangan dalam pengertian umum. Hadiah bukan berarti orang yang lebih memberi kepada yang kurang. Orang yang kurang mampu tidak aneh memberi hadiah kepada orang yang lebih mampu. Hadiah memang bisa datang dari atasan untuk bawahan, tetapi juga bisa sebaliknya dari bawahan untuk atasan. Dengan demikian hadiah membuang batas kelas sosial ekonomi. Memberi hadiah itu pun merupakan cara untuk mengurangi keakuan, mengikis keserakahan, dan melepaskan ikatan pemilikan, yang sekaligus mengembangkan simpati dan cinta kasih.
Hadiah yang sama untuk orang yang berbeda tidak menghasilkan buah yang sama. Karena itu Raja Pasenadi bertanya kemudian tentang pemberian hadiah yang besar pahalanya. Buddha menjelaskan bahwa memberi hadiah itu menghasilkan pahala yang besar bilamana ditujukan kepada seseorang yang baik laku, bukan kepada orang yang buruk laku. Sebagaimana halnya seorang raja yang menggaji dan memberi hadiah kepada prajurit-prajuritnya yang baik saja, yang membawa kemenangan dalam suatu pertempuran. Sebesar apa pun ia memberi atau menjanjikan hadiah, kemenangan itu tidak akan diperolehnya dengan prajurit yang lemah.[1]
Untuk mencapai hasil yang memuaskan, suatu hadiah hendaknya dipersiapkan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut yang dinamakan Sappurisa-dana ini:
Pemberian yang halal (sucim-deti)
Barang yang diberikan sebagai hadiah harus bersifat suci, bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, tidak melanggar hukum dan tidak merugikan atau menyakitkan pihak lain. Barang yang diperoleh dengan mencuri atau korupsi misalnya tentu tidak menghasilkan buah yang baik.
Pemberian yang baik (panitam-deti)
Hadiah itu merupakan barang yang terpilih, walau tidak harus berarti mahal, tetapi tetap memiliki kualitas dan nilai yang cukup pantas. Dengan kata lain tentunya bukan barang yang semula dipikirkan akan dibuang ke tempat sampah.
Pemberian tepat waktu (kalena-deti)
Hadiah itu diberikan pada waktu yang tepat, pada waktu dibutuhkan dan dalam batas waktu yang dapat dimanfaatkan oleh orang yang menerimanya. Misalnya pemberian makanan untuk para biksu diberikan sebelum lewat tengah hari, karena tidak akan makan lagi selewat waktu itu. Begitu pula makanan itu jangan sampai rusak ketika saatnya akan dimakan. Atau contoh lain hadiah Natal dan Tahun Baru yang disampaikan Januari ini pasti sudah kehilangan maknanya.
Pemberian yang bermanfaat (kappiyam-deti)
Barang yang diberikan membawa manfaat bagi si penerima dan tidak mencelakakan atau membahayakannya. Barang-barang semacam minuman keras atau rokok, misalnya tidak baik dijadikan hadiah.
Pemberian yang bijaksana (viceyya-deti)
Hadiah diberikan kepada orang yang tepat menerimanya, yang patut menerima dan membutuhkannya. Apabila disampaikan melalui pihak ketiga, jangan keliru memilih orang yang pantas untuk menyalurkannya. Memberi secara bijaksana, artinya telah mempertimbangkan akhlak dari orang yang diberi.
Pemberian tidak hanya sekali (abhinham-deti)
Memberi hadiah, bingkisan, atau dana secara tetap, tidak hanya sekali saja tentu lebih dihargai. Pemberian yang kecil menjadi lebih berarti ketimbang pemberian yang sekali-sekalinya dalam jumlah besar sekalipun. Ketulusan mengirimkan hadiah Tahun Baru itu dapat diuji, apakah ada bedanya ketika seseorang menduduki jabatan tertentu dibanding setelah ia melepaskan kedudukannya.
Pemberian secara ikhlas (dadam cittam pasa-deti)
Hadiah diberikan dengan pikiran yang jernih, tenang, dan sudah barang tentu tidak karena perasaan yang terpaksa. Memberi memang karena dorongan hati yang spontan.
Pemberian menimbulkan ketenteraman (datva attamano hoti)
Dengan memberi, batin merasa senang, dan perasaan bahagia karena bisa memberi ini tetap dirasakan bila ingatan memberi tersebut muncul setiap saat.
Pemberian hadiah yang baik sebagai suatu kebajikan tidak menuntut imbalan. Dengan memahami makna dari pemberian hadiah atau dana, yang membawa simpati dan memupuk cinta kasih atau menghasilkan ketenteraman dan kebahagiaan, seseorang yang memberi dinyatakan justru bertambah kaya. Kaya dalam kehidupan batiniah.
Januari 1989
[1] Samyutta Nikaya III, 3:4