Hidup Sehat bagi Semua Orang
- By admin
- March 30, 2022
- Belajar Menjadi Bijaksana
“Aku menderita penyakit menahun, Ratthapala,” demikian kata Raja Kuru kepada Biksu Ratthapala. “Kadang-kadang sanak keluarga dan para sahabat berdiri mengelilingiku seraya berkata bahwa tibalah saatnya Raja Kuru akan mangkat.”
“Bagaimana pendapatmu Paduka? Dapatkah engkau meminta kepada sanak keluarga dan para sahabat: Hendaklah sanak keluarga dan para sahabat sekalian meredakan sakitku. Hendaklah perasaan sakit ini dibagi kepada mereka semua sehingga aku menanggung perasaan sakit yang lebih ringan? Atau apakah engkau menanggung perasaan itu seorang diri?” “Ratthapala, tidak mungkin aku meminta kepada sanak keluarga dan para sahabat untuk ikut menanggung sakitku. Aku harus menanggung perasaan itu seorang diri.”[1]
Keprihatinan kepada penderitaan termasuk menderita sakit, tua, dan mati, mendorong Pangeran Siddhattha pergi bertapa. Ia berhasil menjadi Buddha. Pada suatu ketika, setelah merawat seorang biksu yang menderita disentri, Buddha mengumumkan bahwa barangsiapa yang ingin melayani-Nya, ia harus melayani orang sakit.[2]
Setiap orang memiliki potensi menjadi Buddha. Itulah tanda kemaha-adilan ilahi. Tetapi memang tidak setiap orang harus menjadi Sammasambuddha yang menuntut perjuangan, kesempurnaan kebajikan, dan pengorbanan yang tiada tara. Tidak setiap orang harus menjadi dokter untuk menyembuhkan penyakitnya, sekalipun kesempatan menjadi dokter terbuka untuk segala orang. Kebanyakan orang sakit dapat memperoleh pertolongan orang lain yang berkemampuan mengobati, seorang dokter misalnya.
“Sehat adalah anugerah tertinggi, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.” Pernyataan ini cuma tinggal slogan apabila tidak disertai kejelasan apa yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Maka Buddha melengkapinya dengan pernyataan: Karena jaminan Jalan Utama-8 yang menghantar ke arah kekekalan.[3]Jalan Utama itu: pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, mata pencaharian, daya upaya, perhatian, dan semadi yang benar.
Sesuai dengan Jalan Utama ini, dapat kita ikuti uraian terinci dalam Kitab Vinaya tentang kasus-kasus terjadi dan cara penanganannya di lingkungan persekutuan biksu. Pengobatan memakai bahan-bahan nabati, hewani, mineral, sampai pada tindakan bedah. Sekelompok bahan obat yang termasuk Pancabhesajjani,sebenarnya merupakan makanan bernilai gizi tinggi. Penyembuhan mungkin pula didukung oleh bacaan yang kini kita kenal sebagai paritta dan mantera. Isinya adalah nasihat dan sabda-sabda Buddha. Ditambah dengan latihan disiplin dan meditasi, praktik penyembuhan mengacu pada konsep sehat lahir dan batin yang rasional. Pemujaan pada makhluk suci seperti Bhaisajyaguru dan Avalokitesvara (Kuan Yin) yang dipercaya membantu penyembuhan, agaknya tidak dikenal ketika itu.
“Hidup sehat bagi semua orang” digaungkan lebih tegas dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-22 pada tanggal 12 November ini. Meningkatnya pengetahuan masyarakat disertai bergesernya kepercayaan dari pengobatan yang mistis dan tradisional ke arah pengobatan modern. Hidup sehat bagi semua orang berarti siapa saja tidak menemui hambatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang rasional sesuai dengan kebutuhannya.
Sekali kematian tiba, tiada lagi obat untuk membangkitkan orang yang telah meninggal itu. Tetapi manusia dapat berusaha memperpanjang usia atau harapan hidup. Dari generasi yang satu ke generasi berikutnya usia manusia akan menjadi semakin panjang bila memelihara kehidupan dengan baik, dengan mencegah atau mengobati panyakit dan memperhatikan kehidupan yang bermoral. Buddha menguraikan bahwa dari kemiskinan, timbul berbagai bentuk kejahatan dan kekerasan, sehingga masa hidup menjadi pendek dan tersia-sia.[4] Sesungguhnya kesehatan, kesejahteraan, dan moralitas merupakan tuntutan yang tersirat dari pernyataan hidup sehat bagi semua orang.
Dengan demikian, hidup sehat bukan hanya terletak pada pesan-pesan para petugas kesehatan. Ini bukan hal baru. Dalam konsep lain, di luar telaahan moral agama, diakui bahwa petugas kesehatan bertanggung jawab menangani komponen pelayanan kesehatan, sedangkan derajat kesehatan justru lebih banyak dipengaruhi oleh komponen perilaku dan lingkungan. Tak salah lagi, petugas kesehatan memerlukan sekali kerja sama lintas sektoral.
Tujuan pembangunan kesehatan jelas dinyatakan dalam Sistem Kesehatan Nasional, yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam konferensi Alma Ata yang diadakan pada tahun 1978, disepakati target dari setiap pemerintah abad ini adalah tercapainya “Kesehatan bagi semua pada tahun 2000”. Untuk mencapai target tersebut dikembangkan Primary Health Care, yang berbentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) di Indonesia.
12 November 1986
[1] Majjhima Nikaya 82
[2] Maha Vagga VIII, 26:3
[3] Majjhima Nikaya 75
[4] Digha Nikaya 26