Jangan Main-Main dengan Kekuasaan
- By admin
- March 18, 2022
- Di Atas Kekuasaan dan Kekayaan
Menteri Agama, H. Munawir Sjadzali, mengingatkan agar pejabat Departemen Agama jangan sampai ada yang main-main dengan kekuasaan untuk kepentingan suatu umat atau golongan. Tentunya tidak hanya terbatas pada Departemen Agama saja, sudah selayaknya semua pejabat di segala bidang mengutamakan kepentingan nasional dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan sendiri atau golongan tertentu.
“Tidak seharusnya seseorang berbuat salah hanya karena kepentingan dirinya sendiri ataupun karena kepentingan orang lain; pun hendaknya ia tidak menginginkan putra, kekayaan, jabatan, atau kesejahteraan diri sendiri dengan cara yang tidak benar. Hendaknya ia memiliki pekerti (sila), kebijaksanaan (panna), dan kebenaran (dhamma).[1]
Seorang pejabat atau pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengatur orang lain. Kekuasaan itu tampak ketika ia berusaha memaksakan keinginannya kepada orang lain sehingga memuaskan hatinya. Seorang penguasa ingin mengubah dunia, menjadikannya sesuai dengan keinginannya. Hampir tidak terpikir olehnya bagaimana mengubah dirinya sendiri.
Apa artinya pejabat tanpa kekuasaan? Konfusius pernah mendapatkan jabatan namun tanpa kekuasaan, maka ia pun mengundurkan diri dengan sakit hati. Orang yang memiliki reputasi nabi dari Cina ini mengeluh, sekiranya ada seorang penguasa yang mempekerjakan dia, dalam waktu yang pendek tentu banyak hal sudah yang dapat dihasilkannya. Ia memiliki ambisi untuk menjadi pejabat pemerintah yang berkuasa sehingga dapat mengatur dan menuntun orang lain sesuai dengan cita-citanya. Konfusius sempat menjadi perdana menteri di pemerintahan kota Lu. Orang-orang yang menaruh dengki menyeretnya ke pengadilan. Lalu ia melepaskan kursi jabatannya dan terpaksa meninggalkan kota.
Konfusius tidaklah salah, ada banyak tokoh-tokoh besar yang mengubah dunia karena peranan dan kedudukannya sebagai penguasa negara. Tidak demikian halnya dengan Buddha. Ia tidak tertarik akan jabatan apa pun. Sebagai seorang pewaris takhta, Buddha bisa saja memilih untuk menjadi raja dan menggunakan kekuasaan pemerintahan untuk menyebarluaskan ajaran-Nya. Namun Ia justru melepaskan jabatan dan kekuasaan pemerintahan. Kebanyakan orang melihat adanya kesempatan untuk mengembangkan pemikirannya dengan memiliki kekuasaan, tetapi Buddha tidak memerlukan kekuasaan yang cenderung bersifat memaksa.
Buddha sangat dihormati oleh para penguasa dari berbagai negara dan Ia mengajarkan bagaimana memimpin negara dengan baik. Jelas la tidak menyangkal perlunya pemerintahan dan mengakui kekuasaan para pejabat. Kekuasaan tidaklah dimaksudkan dengan bagaimana memaksakan kehendak penguasa, tetapi mengatur bagaimana dapat membantu melayani orang lain dengan sebaik-baiknya. Seorang pejabat adalah abdi masyarakat dan abdi negara.
Menurut Jefferson, pengalaman mengajarkan manusia harus dipercaya menguasai dirinya sendiri tanpa didikte seorang pemimpin. Pendapat pemimpin Amerika ini mengingatkan kita pada pesan Buddha, bahwa, “Diri sendiri adalah tuan baginya sendiri, diri sendiri memiliki arah tujuannya sendiri.” Selanjutnya Buddha menegaskan, “Karena itu kendalikan dirimu sendiri, seperti seorang penunggang kuda mengendalikan kuda yang baik.”[2]
Bagi para pemimpin dan pejabat Buddha berpesan, “Hendaknya orang menempatkan dirinya sendiri terlebih dahulu dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang-orang lain. Orang bijaksana yang berbuat dengan cara ini, dirinya tak akan pernah ternoda.”[3] Dalam napas yang sama Konfusius mengatakan, “Orang harus belajar memerintah dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum memerintah orang lain.”
Di gunung T’ai Konfusius menemukan seorang wanita yang menangis sedih. Ia bertanya apa yang disedihkan olehnya. Wanita itu menjawab bahwa mertuanya diterkam harimau hingga mati di gunung itu. Demikian pula suami dan anaknya, mengalami nasib yang sama. Selanjutnya Konfusius bertanya, mengapa ia tinggal di tempat yang mengerikan itu? Jawab si wanita malang, “Di sini tidak ada penguasa yang menindas.” Maka Konfusius mengingatkan para pengikutnya, “Camkanlah ini: Pemerintahan yang menindas lebih kejam dari seekor harimau.”
Kekuasaan mudah disalahgunakan. Maka, Buddha menekankan bahwa mencapai tingkat kesucian itu lebih baik daripada kekuasaan mutlak atas bumi, lebih baik dari memerintah seluruh dunia. Kesucian hanya dicapai dengan mengubah dan menyempurnakan diri sendiri, bukan dengan mengubah dunia luar.
25 Oktober 1989
[1] Dhammapada 84
[2] Dhammapada 380
[3] Dhammapada 158