Kathina Bukan Peringatan
- By admin
- June 4, 2022
- Keselamatan di Bumi
Upacara hari-hari raya biasanya diselenggarakan dalam rangka memperingati suatu peristiwa. Perayaan Kathina yang diselenggarakan umat Buddha dalam bulan ini, sebenarnya tidak hanya merupakan peringatan. Mengapa? Karena upacara Kathina tidak bisa diselenggarakan jika tidak ada biksu yang melaksanakan kewajiban Kathina dan tidak ada umat yang berdana. Minimal harus ada lima orang biksu yang telah selesai menjalani tirakatan masa vassanya dengan baik di satu tempat dan secara bergotong royong umat mempersembahkan jubah untuk Sanggha atau para biksu.
Tirakatan masa vassa dilaksanakan dimulai sehari setelah hari purnama Asadha (Juli) sampai dengan hari purnama pada bulan Assayuja (Oktober), selama tiga bulan itu, musim hujan di India Utara, para biksu tidak melakukan perjalanan, tetapi melaksanakan latihan atau penyepian di wihara tertentu. Pada hari terakhir dari masa vassa, namanya hari Pavarana, di hadapan Sanggha yang minimal terdiri dari empat orang biksu lain, setiap biksu yang telah menyelesaikan latihannya menyatakan kesediaan untuk menerima kritik.
Di hari berikutnya hingga hari purnama bulan Kattiko (November), dapat dipilih salah satu hari dari waktu satu bulan itu untuk menyelenggarakan upacara Kathina. Maka Kathina bukan hanya sehari. Tetapi upacara Kathina yang diselenggarakan di wihara tempat para biksu menjalani tirakatannya hanya boleh dilaksanakan sekali saja dalam masa satu bulan Kathina. Jumlah biksu dimaksud minimal harus lima orang agar upacara Kathina memenuhi syarat. Oleh karena kurangnya biksu di Indonesia maka pada kebanyakan daerah upacara Kathina tidak bisa diselenggarakan.
Biksu Pannavaro pernah mengemukakan bahwa untuk persembahan dana kepada Sanggha, harus hadir minimal empat orang biksu yang mewakili Sanggha. Jika persyaratan upacara Kathina tidak terpenuhi, namun jumlah biksu yang hadir mencapai empat orang atau lebih, umat bisa menyelenggarakan upacara “Sanggha-dana di masa Kathina.” Jika hanya dihadiri oleh satu hingga tiga orang biksu, umat bisa melakukan upacara “Dana Jubah (Civara-dana) di masa Kathina.” Jika tidak ada kain jubah atau jubah siap pakai yang dipersembahkan, namanya menjadi upacara “Dana di Masa Kathina.” Semua ini memang bukan upacara Kathina.
Persembahan jubah (civara) oleh umat menandai upacara Kathina, sehingga Masa Kathina dinamakan pula Masa Civara. Banyak barang kebutuhan biksu yang dapat dipersembahkan oleh umat, misalnya obat-obatan, keperluan mandi, alat tulis, dan sebagainya. Tetapi dana Kathina yang utama adalah kain bahan jubah. Jubah Kathina merupakan jubah yang harus dijahit oleh para biksu yang menerima dibantu oleh umat. Kain bahan jubah dipotong dan dijahit secara gotong royong, lalu dicelup agar berwarna kuning dan harus selesai menjadi jubah siap pakai dalam waktu sehari semalam. Itulah jubah Kathina. Cukup hanya satu jubah saja. Jubah-jubah lain yang dipersembahkan pada upacara yang sama tidak bisa disebut sebagai jubah Kathina.
Jubah Kathina yang hanya satu perangkat itu, dipersembahkan oleh umat tidaklah kepada salah seorang biksu tertentu. Umat mempersembahkannya kepada Sanggha. Sanggha akan membuat upacara khusus yang dinamakan Sangghakamma untuk menentukan siapakah di antara para biksu yang mengikuti upacara Kathina yang pantas menerimanya. Pada dasarnya penentuan tersebut merupakan kesepakatan bersama.
Jubah yang lengkap terdiri dari tiga potong, yaitu bagian dalam, bagian luar, dan bagian atas. Sebelumnya ada peraturan, Buddha melihat sejumlah biksu yang memiliki banyak jubah dan memakainya berlapis-lapis. Untuk menghindar pemilikan berlebih dan menjauhi kemewahan, maka Ia menetapkan pembatasan jumlah jubah. “Para siswa, Aku membatasi tiga jubah saja: satu jubah luar yang dililitkan dan tebalnya dua kali lipat, satu jubah dalam, dan satu potong kain pinggang,” ujar Buddha. Ketiga potong jubah itu cukup untuk melindungi pemakainya dari hawa malam di alam terbuka pada musim dingin di Vesali. jahitan jubah diatur oleh Ananda sesuai dengan petunjuk Buddha, mengikuti pola sawah di Magadha yang berpetak-petak.[1]
Ketika tiga puluh orang biksu dari Pava menemui Buddha di Savatthi setelah menyelesaikan masa vassanya, mereka muncul dalam keadaan basah kuyub dan kotor sekali pakaiannya. Dalam perjalanan dari Saketa para biksu itu terganggu oleh hujan yang masih tidak berhenti sekali pun masa vassa telah berakhir. Buddha mengizinkan agar mereka dapat memperoleh jubah yang baru. Maka sejak itu menjadi lazim setiap anggota Sanggha mendapat seperangkat jubah baru setahun sekali pada masa Kathina.[2]
24 Oktober 1990
[1] Mahavagga III
[2] Mahavagga VIII