Kecil Bukan Berarti Sepele
- By admin
- March 30, 2022
- Belajar Menjadi Bijaksana
Sebuah benjolan kecil pada buah dada misalnya bisa merupakan kanker ganas. Semua wanita yang tahu tidak akan meremehkan tumor kecil itu dan segera akan memeriksakan dirinya pada seorang dokter. Dokter akan memperlakukannya serius, terkecuali setelah jelas kemudian terbukti tidak ganas. Apa saja yang kecil seharusnya tidak dianggap sepele, seperti kata peribahasa: Karena nilai setitik rusak susu sebelanga.
Manusia mengenal dosa kecil dan dosa besar. Dosa kecil hukumannya tentu ringan dan dosa besar hukumannya akan berat. Yang kecil dan ringan dipandang gampang dihapus dan diabaikan. Banyak orang yang takut melakukan dosa besar, tetapi terbiasa melakukan dosa-dosa kecil. Dengan dalih bahwa semua manusia berdosa, seringkali orang menutup mata terhadap segala bentuk kesalahan yang kecil. Namun Buddha mengingatkan bahwa kesalahan yang kecil itu bukan barang sepele.
“Jangan remehkan kejahatan walau sekecil apa pun dengan beranggapan bahwa perbuatan buruk itu tidak akan membawa akibat. Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula si dungu akan penuh dengan kejahatan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit.”[1] Kejahatan yang dimaksudkan di sini tidak saja membunuh atau menyakiti orang lain, mencuri, berzinah, berdusta atau menipu dan memfitnah, tetapi juga meliputi segala perbuatan yang berasal dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Sebagai contoh misalnya berjudi, minum-minuman keras, berkata kasar, dan omong kosong.
Larangan dalam peraturan yang ditetapkan oleh Buddha (Vinaya) tidak saja mengenai perbuatan yang jahat, tetapi juga mencakup hal-hal kecil yang memberi peluang bagi timbulnya suatu perbuatan yang tercela. Umpamanya seorang rahib pantang melakukan hubungan kelamin, tidak boleh melakukan onani, dan dalam hubungan itu pula tidak boleh menyentuh wanita sekalipun hanya rambut atau tangannya, tidak juga dibenarkan duduk bersama dengan seorang wanita di suatu tempat tertutup. Menyentuh atau duduk berdua dengan orang yang berbeda jenis kelamin memang cuma soal kecil, tetapi tidak dianggap remeh karena bisa membawa akibat besar bagi hidup kebiksuan.
Contoh yang aktual adalah merokok. Beberapa hari yang lalu, dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional pemerintah mengajak masyarakat untuk tidak merokok sehari itu. Merokok dipandang buruk karena asapnya berbahaya bagi kesehatan. Orang-orang yang tidak merokok pun ikut terancam karena pencemaran yang ditimbulkannya. “Perbuatan apa pun yang dilakukan dengan badan, ucapan, atau pikiran, yang membawa penderitaan untuk diri sendiri atau orang lain, atau kedua-duanya, perbuatan itu adalah buruk.”[2] Asap rokok sering diremehkan, tidak dirasakan mengganggu seperti asap cerobong pabrik atau asap knalpot.
Pemilik pabrik yang mencemari lingkungannya kini bisa digugat sebagai penjahat, sedangkan merokok diterima sebagai perbuatan yang wajar oleh masyarakat. Lalu apa artinya sehari tidak merokok? Sehari itu orang-orang yang berhenti merokok telah berbuat baik.
Kesalahan kecil tidak boleh disepelekan. Sebaliknya kebaikan yang kecil juga bukan barang sepele. “Jangan meremehkan kebajikan walau sekecil apa pun dengan beranggapan bahwa perbuatan baik itu tidak akan membawa berkat. Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang yang bijaksana akan penuh dengan kebaikan yang dikumpulkannya sedikit demi sedikit.”[3] Perjalanan seribu li dimulai dari langkah kaki pertama, demikian ujar Laotse.
Katanya pula: Mengerjakan sesuatu yang susah ketika masih mudah, mengerjakan sesuatu yang besar ketika masih kecil.
Mereka yang sukses mengajarkan agar apa yang kecil itu tidak diremehkan. Sebuah sekrup kecil dari suatu mesin yang besar bukanlah barang yang dapat disepelekan. Tanpa memperhatikan hal-hal yang kecil, orang tidak akan berhasil menangani suatu pekerjaan yang besar. Banyak orang menjadi kaya dengan mengumpulkan penghasilannya sedikit demi sedikit. Uang kecil seperti sepuluh rupiah sekarang ini sering dianggap tak ada artinya. Tetapi seorang kasir yang melayani pelanggan listrik, air, atau telepon, tidak akan mengabaikan barang sepuluh rupiah pun dari rekening yang dibayarkan kepadanya.
Konon Ikkyu yang memasuki kehidupan biara ketika masih kanak-kanak, merasa geram ketika seorang samurai menamakannya: “Biksu Kecil”.
Bukankah ia disepelekan? Ia bertanya kepada samurai tersebut, apakah lobak yang dicucinya diberi nama lobak kecil dan lobak besar? Lobak itu, kecil atau besar, sama saja namanya lobak. Maka, biksu adalah biksu, kenapa dia dinamakan biksu kecil? Seorang anak sebagai manusia kecil pun tidak bisa disepelekan sepertinya setengah manusia.
15 November 1989
[1] Dhammapada 121
[2]Majjhima Nikaya 61
[3] Dhammapada 122