Kehendak Rakyat
- By admin
- June 4, 2022
- Keselamatan di Bumi
Tidak bertentangan dengan kehendak rakyat adalah salah satu dari Dasa-raja-dhamma atau Sepuluh Kewajiban Penguasa. Pemerintahan Orde Lama tumbang karena bertentangan dengan keinginan rakyat. Dua puluh satu tahun yang lalu rakyat menuntut pembubaran PKI, pembersihan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI, dan penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Pada tanggal 12 Januari 1966 Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mengajukan ketiga buah tuntutan tersebut. Tuntutan Hati Nurani Rakyat ini dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat atau disingkat Tritura. Para mahasiswa, pelajar dan pemuda dengan dukungan ABRI, mempelopori perjuangan sesuai dengan keinginan rakyat menegakkan Orde Baru. Dan babakan baru perjuangan bangsa dipimpin oleh Kepala Negara kita sekarang, yang mengemban Surat Perintah Sebelas Maret, berhasil memenuhi harapan seluruh rakyat. Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, kita pun memasuki masa pembangunan.
Dengan melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen, tanpa penampilan Dasa-raja-dhamma mengayomi kehidupan bangsa dan negara. Praktik berdana, kehidupan yang bersusila termasuk jujur dan bersih, kerelaan berkoban, perikeadilan yang tulus, keterbukaan yang ramah, sederhana, damai, tanpa kekerasan, dan sikap sabar mawas diri merupakan sejumlah kebajikan lain[1] yang tak asing bagi kita semua.
Sejak awal mulanya Orde Baru berjuang menanggulangi masalah kemiskinan, mengatasi kesulitan ekonomi yang diwarisi masa sebelumnya. Perbaikan ekonomi masih akan selalu kita perjuangkan. Kemiskinan dan ketidakadilan memberi peluang pada kembalinya komunisme. Pengalaman mengajarkan kita bahwa komunisme adalah ancaman, dan kita harus senantiada waspada, mencegah serta menghindarinya. Sekalipun sudah banyak kemajuan yang kita capai, apakah itu dalam hal ekonomi atau bidang lain, perjalanan kita mencapai Tujuan Nasional masih panjang. Kita menginginkan hari ini lebih baik dari hari-hari sebelumnya, dan hari kemudian lebih baik lagi daripada hari ini. Lebih baik dilihat dari segi lahiriah sekaligus juga dari segi batiniah.
Barangkali, segolong orang berkesempatan menjadi kaya lebih dulu. Tetapi pembangunan itu untuk seluruh masyarakat, bukan untuk sebagian masyarakat. Hidup sebagai manusia seutuhnya menghendaki keserasian sukses lahir dan batin. Keuntungan tertinggi yang dicapai oleh seorang manusia adalah keuntungan yang justru bersifat batiniah, yaitu tercapainya Penerangan Sempurna. Keuntungan lain yang bisa diperoleh dalam kehidupan sekarang khususnya keuntungan duniawi, merupakan wujud yang tidak kekal. Artinya akan sampai suatu ketika segalanya itu berubah atau berakhir.
Setiap keadaan yang kita alami merupakan hasil dari karma atau perbuatan kita sendiri. Karma memberi hasil pada waktu yang berbeda-beda. Hubungan antara suatu karma dengan saatnya memberi hasil dapat dibagi menjadi 4 jenis:
- Suatu perbuatan menghasilkan penderitaan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
- Suatu perbuatan yang menghasilkan penderitaan lebih dahulu, tetapi menghasilkan kebahagiaan di kemudian hari.
- Suatu perbuatan yang memberikan kebahagiaan lebih dahulu, tetapi menghasilkan penderitaan di kemudian hari.
- Suatu perbuatan yang memberikan kebahagiaan baik di masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.[2]
Kebahagiaan pada masa yang akan datanglah yang kita harapkan, kalau perlu dengan menanggung derita sekarang ini. Setiap pengorbanan tidak lain mengandung harapan untuk berbahagia di kemudian hari. Buddha mengajarkan, “Orang yang memperhatikan kepentingan orang lain di samping kepentingan sendiri adalah terbaik.”[3] Maka kesetiakawanan dalam arti membantu golongan ekonomi lemah sehingga mengurangi kesenjangan tingkat penghidupan merupakan karma baik yang terpuji.
Kepada Vyagghapajja, Buddha menyatakan apa yang harus diperhatikan agar mereka yang bergulat di tengah keduniawian dapat memperoleh manfaat dan kebahagiaan yakni, “Rajin penuh semangat bekerja mencari nafkah, waspada, bersahabat dengan orang yang baik, dan menempuh cara hidup sesuai dengan penghasilan.” Untuk mendapatkan manfaat dan kebahagiaan pada kehidupan mendatang, terdapat empat hal lain yang harus dikembangkan, yaitu, “Iman atau keyakinan yang teguh, kebajikan atau hidup susila, kemurahan hati dan kebijaksanaan.”[4]
Pada dasarnya agama Buddha tidak mengutamakan kesejahteraan duniawi sebagai tujuan, melainkan segala kesejahteraan lahiriah itu hanyalah sarana untuk mencapai kebahagiaan batin yang tertinggi. Kehendak rakyat dengan perbaikan ekonomi diartikan tidak dari pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, tetapi terutama terpenuhinya kebutuhan pokok sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial.
7 Januari 1987
[1] Jataka 385
[2] Majjhima Nikaya 46 (I,310-311)
[3] Digha Nikaya 33
[4] Anguttara Nikaya VIII, 6 : 54