Kesejahteraan Pekerja
- By admin
- January 22, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Unjuk rasa merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Para buruh pun turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah minimum. Sedangkan setiap bentuk demo dengan pengerahan massa mengandung risiko yang merugikan berbagai pihak. Masyarakat umum yang tidak tahu apa-apa juga terganggu karena kemacetan lalu lintas, terutama ketika jalan tol diblokir, apalagi jika sampai terjadi kericuhan, perusakan fasilitas umum, dan tindakan anarkis lain.
Masalahnya, kenapa para pekerja melakukan demo? Dari waktu ke waktu, kejadian dengan tema yang serupa terus berulang. Pasti bukan karena gemar mendemo. Fenomena ini menunjukkan tidak sehatnya hubungan kerja antara pengusaha dan buruh, serta ketidakmampuan pemerintah untuk menjaga keharmonisan dunia usaha dan pekerja.
Menyeimbangkan Kepentingan
Kepentingan seorang pekerja adalah mendapatkan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kalau perusahaan maju, kehidupannya akan menjadi lebih sejahtera. Sebaliknya kalau perusahaan gulung tikar, dia akan kehilangan pekerjaan dan menderita. Karena itu pekerja juga memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Dia sepantasnya bekerja keras dan produktif.
Seorang pengusaha harus mendapatkan cukup margin agar bisnisnya berjalan lancar. Dia membutuhkan pegawai yang dapat diandalkan, yang setia, dan memberi keuntungan bagi perusahaan. Untuk menjaga kepentingannya, pengusaha pun harus memperhatikan kesejahteraan pegawai, bukan dengan menekan upah serendah mungkin.
Ketika produksi dan kekayaan menjadi tujuan yang penting, terdorong oleh keakuan dan keserakahan, orang mudah melupakan relasi yang interdependen, saling bergantung. Maka hubungan kerja ditandai konflik kepentingan yang terikat pada egoisme masing-masing. Pihak yang satu memandang pihak yang lain sebagai lawan.
Padahal setiap manusia tidak hidup sendiri, dan tentu saja tidak bekerja sendiri. Dia harus berhubungan dan membutuhkan dukungan orang lain. Yang satu melengkapi yang lain sebagai mitra atau sekutu, bukan lawan dari yang lain. Tidak ada atasan tanpa bawahan, tidak ada bawahan tanpa atasan. Tidak ada pemberi kerja tanpa buruh, tidak ada buruh tanpa pemberi kerja.
Kita harus menyadari bahwa tujuan produksi dan kekayaan sebenarnya adalah memenuhi kebutuhan manusia, menyejahterakan dan menyelamatkan manusia. Majikan dan pegawai bersekutu demi kepentingan dan kebahagiaan bersama. Produktivitas yang memberi keuntungan kepada pemberi kerja juga tidak bisa lain harus kembali dinikmati oleh para pekerja. Keduanya tolong menolong, saling melindungi atas dasar cinta kasih dan tentu saja mencampakkan jauh-jauh egoisme masing-masing.
Hak dan Kewajiban
Memperhatikan bawahan dan pekerja dalam Sigalovada-sutta dilambangkan dengan memuja ke arah bumi. Setiap penjuru alam dipuja, dalam arti dihargai dan dipelihara, sehingga memberi perlindungan bagi manusia yang hidup di tengah jagat raya. Menyembah ke arah langit juga harus menyembah ke arah bumi. Dengan demikian seorang atasan dan pemberi kerja mendapat perlindungan dari arah bawah. Apabila pihak atasan melaksanakan segala kewajibannya atau memperlakukan pihak bawahan dengan baik, maka para pegawai bekerja dengan baik pula. Peningkatan prestasi dan produktivitas memerlukan ketenteraman dan ketenangan kerja, yang hanya akan tercapai dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Buddha memberi petunjuk agar pemberi kerja memperlakukan pegawainya sebagai berikut: (1) memberi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan pegawainya; (2) memberi mereka makanan dan penghasilan yang sepadan; (3) menjamin pemeliharaan kesehatan pegawai; (4) membagi hadiah yang istimewa sewaktu-waktu; dan (5) memberi kesempatan berlibur pada waktu tertentu (kita menyebutnya cuti).
Sedangkan pegawai memiliki kewajiban untuk: (1) bangun atau masuk kerja lebih pagi dari atasannya; (2) beristirahat belakangan dari atasannya; (3) berterima kasih dengan apa yang diberikan kepadanya; (4) bekerja penuh dedikasi dengan sebaik-baiknya; (5) menghargai dan menjaga nama baik atasannya (D. III, 191).
Berapa upah yang layak bagi seorang pekerja? Kita mengenal Upah Minimum Provinsi yang disahkan oleh gubernur berdasar angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperoleh dari hasil survei. Ada Dewan Pengupahan yang terdiri dari Pemerintah, Pengusaha, dan Serikat Pekerja, yang bertanggung jawab melakukan kajian studi mengenai KHL tersebut. KHL tentunya benar-benar sudah memperhitungkan kecukupan makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan.
Dalam perspektif Buddhis, penghasilan seseorang dianjurkan untuk dibagi menjadi empat bagian. Satu bagian dapat dipakai atau dinikmati, dan dua bagian membiayai usaha atau aktivitas kerja. Sedangkan bagian yang tersisa dicadangkan sebagai tabungan (D. III, 188). Besaran upah pekerja memenuhi kebutuhan hidup yang layak harus memberi kelebihan untuk ditabung.
Tingkat kemajuan ekonomi suatu keluarga ataupun negara dapat diukur dari fakta apakah dapat mengalokasikan tabungan. Tabungan itu merupakan jaminan untuk hari depan dan untuk berjaga-jaga menghadapi musibah dan peristiwa atau kebutuhan lain yang tak terduga.
Jakarta, Februari 2012