Ketahanan Masyarakat Desa
- By admin
- March 18, 2022
- Di Atas Kekuasaan dan Kekayaan
Kentongan telah dipukul oleh Presiden sendiri mencanangkan bulan bakti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Bulan bakti itu dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia, menampilkan kesatuan kekuatan dan ketahanan nasional. Peningkatan swadaya masyarakat yang berangkat dari kegotongroyongan meliputi berbagai aspek pembangunan menjadi lebih berarti di tengah situasi ekonomi yang sulit.
Dalam suatu kelompok masyarakat, Buddha mengumpamakan peningkatan kesejahteraan sebagai jalannya kereta beroda empat. Yang diibaratkan sebagai roda adalah: (1) Tinggal di tempat yang sesuai. (2) Bergaul dengan orang-orang yang baik. (3) Menyesuaikan diri atau menempatkan diri dengan sebaik-baiknya. (4) Banyak melakukan kebajikan.[1]
Kesesuaian dengan lingkungan, apakah berupa lingkungan fisik seperti tempat tinggal, atau lingkungan lain khususnya sosial kemasyarakatan merupakan salah satu wujud dari rahmat atau berkah.[2]
Apa yang dinamakan berkah, pada dasarnya dalam agama Buddha dipahami bukan sebagai suatu keadaan yang datang dengan sendirinya atau bersifat kebetulan. Tetapi berkah itu muncul sebagai pahala dari timbunan jasa atau perbuatan baik pada masa lalu, sekarang, dan selanjutnya. Kesesuaian dengan lingkungan setempat pantas sekali menjadi pertimbangan bagi suatu kegiatan pengembangan masyarakat.
Nasib manusia ditentukan oleh karmanya sendiri. Setiap manusia memiliki kesanggupan untuk belajar, meningkatkan pengetahuan, serta memperbaiki sikap dan kelakuannya. Kesempatan akan datang sepanjang ada kemauan dan ulet berusaha. Selama hidupnya manusia memang menjalani proses belajar dan mengumpulkan pengalaman yang dimanfaatkan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Dengan demikian tidak berlebihan bila diharapkan bahwa masyarakat sendiri menentukan tingkat kehidupan yang diinginkannya. Program untuk mencapai tingkat kehidupan tersebut ditentukan oleh masyarakat yang bersangkutan, dilaksanakan sesuai dengan kemampuan setempat.
“Mengapa Anda mengabaikan permata yang ada dalam rumah Anda?” Pernyataan Ma-tsu ini menegaskan potensi pada diri setiap manusia untuk mencapai kesempurnaan. “Semua telah tersedia, tiada kurang satu pun, dan dapat dimanfaatkan. Seandainya Anda dapat menggunakan hal tersebut, untuk apa Anda harus pergi jauh mengembara?”
Di pedesaan Muangthai, formulasi Empat Kebenaran Mulia (Ariya-Sacca 4) yang sangat dikenal memberi model pola berpikir yang sistematis dan empiris. Rumusan Kebenaran Mulia tersebut adalah: (1) Kebenaran adanya derita, (2) Kebenaran tentang asal-mula derita, (3) Kebenaran tentang akhir derita, (4) Kebenaran tentang Jalan mengakhiri derita. Dengan kata lain menyerupai pengobatan bagi seorang yang menderita sakit, yang tergantung pada diagnosis dan pengenalan sebab penyakit. Penekanan pada sikap rasional, pengalaman dan disiplin dilengkapi tanggungjawab atas karmanya, mendorong masyarakat untuk berswadaya.
Seseorang yang berperan sebagai pemimpin pengembangan masyarakat sudah tentu dituntut untuk menguasai permasalahan dan mampu menciptakan kondisi yang tepat. “Tidaklah mungkin seorang yang terperosok dalam lumpur dapat menarik orang lain keluar dari lumpur. Hanya seorang yang telah bebas dari lumpur dapat menolong orang lain.”[3]
Keberhasilan seseorang memberi kebahagiaan manakala bermanfaat pula untuk orang lain. Mengapa? Kehidupan ditandai hubungan dan ketergantungan antar individu. “Orang yang memperhatikan kepentingan orang lain di samping kepentingan sendiri adalah yang terbaik.”[4]
Kepentingan yang berbeda dari berbagai pihak harus diperhatikan sehingga kebersamaan dan kerukunan tetap terpelihara. Konflik yang diakhiri situasi menang bagi satu pihak dan kalah bagi pihak lain, sejauh mungkin harus dihindarkan. Permusyawaratan itu sendiri merupakan salah satu prasyarat kesejahteraan suatu masyarakat menurut petunjuk Buddha.”[5]
Kepada Anathapindika, seorang dermawan yang berada, Buddha menyatakan bahwa seorang perumah tangga menikmati kebahagiaan dalam empat hal. Pertama, kebahagiaan karena memiliki kekayaan. Kekayaan itu diperoleh dengan usaha yang ulet, dikumpulkan dengan kekuatan dan cucuran keringat sendiri, serta sah tidak melanggar hukum. Kedua, kebahagiaan karena dapat menggunakan kekayaan sesuai dengan keinginannya. Kekayaan tersebut digunakan untuk hal-hal yang baik. Ketiga, kebahagiaan karena tidak mempunyai hutang. Keempat, kebahagiaan karena tidak melakukan perbuatan yang tercela.[6]
Dalam LKMD setiap warga menyumbangkan apa yang dimilikinya, yang akan menghasilkan kebahagiaan karena manfaatnya dinikmati orang lain. Sumbangan itu misal berupa pikiran, tenaga, materi, atau waktu. Dari pengelolaan sumber daya lokal inilah lahir ketahanan masyarakat setempat.
4 Maret 1987
[1] Anguttara Nikaya IV, 4:31
[2] Suttanipata 16
[3] Majjhima Nikaya 8
[4] Anguttara Nikaya IV, 10:95
[5] Digha Nikaya 16.1
[6] Anguttara Nikaya IV, 7:62