Mari Mengheningkan Cipta
- By admin
- March 18, 2022
- Di Atas Kekuasaan dan Kekayaan
Mengheningkan cipta selalu dilakukan pada setiap upacara nasional. Dalam mengheningkan cipta kita mengenang jasa-jasa para pahlawan. Mereka telah berjuang untuk kepentingan orang banyak dan ikhlas gugur di medan bakti. Tiada pahlawan yang mengeluh atau menyesali kesulitan yang dideritanya dalam pengabdian terhadap bangsa dan negara.
“Ia bersukacita di dunia ini, ia bersukacita di dunia berikutnya. Pelaku kebajikan tetap bersukacita di kedua alam tersebut. Ia bersukacita dan puas melihat perbuatannya sendiri yang baik.”[1] Seorang pahlawan adalah pelaku kebajikan. Jiwanya penuh kasih (metta) mengharapkan keselamatan dan kebahagiaan orang banyak. Melihat orang-orang yang menanggung penderitaan, ia bangkit terdorong oleh welas asih (karuna), ingin membela atau melindungi orang lain dan membebaskannya dari segala kesusahan, termasuk ketidakadilan dan berbagai bentuk kejahatan.
Seorang pahlawan tidak hanya dihargai dan dihormati oleh orang-orang yang hidup sezaman dengannya. Pengaruh pahlawan dan kepahlawanannya bagi suatu bangsa terpateri dari generasi ke generasi, jauh melampaui zaman yang bersangkutan. Setiap bangsa berusaha mengabadikannya. Nama harumnya dipakai antara lain untuk nama jalan, nama gedung, nama yayasan, nama rumah sakit, atau nama sekolah. Gambar dan patungnya pun dibuat untuk mengingatkan orang-orang kepada mereka. Keabadian itu terasa hanya karena kita mewarisi semangat dan cita-citanya yang mulia atau meneruskan perjuangannya serta berusaha menjadikannya suri teladan.
Menghormati pahlawan bisa dengan melakukan ziarah ke makam pahlawan dan berdoa di sana. Tentu saja kuburan sebagaimana juga benda yang dianggap keramat bukanlah tempat menyembah dan meminta. Sekali pun kepada Buddha, tidaklah suatu puja bakti dimaksudkan untuk menyembah meminta sesuatu. Upacara persembahan dan biasanya diikuti mengheningkan cipta di hadapan altar atau stupa Buddha merupakan perwujudan rasa terima kasih yang mendalam sekaligus ditujukan untuk merenungkan jasa-jasa ataupun ajaran-Nya. Buddha sendiri menyatakan bahwa dengan mendirikan stupa, mengingatkan orang kepada Bhagawa sehingga timbul ketenangan dan ketenteraman dalam hati. Apabila hatinya tenang, pikiran menjadi lebih terang, dan keyakinan terpelihara untuk melaksanakan ajaran agama dengan baik. Manfaat semacam ini dapat diperoleh pula misalnya dengan melakukan penghormatan atau mempersembahkan bunga di stupa.[2]
Berdoa untuk kebahagiaan arwah mereka yang telah meninggal dunia bisa saja dilakukan dengan mengheningkan cipta. Demikian pula berdoa mengharap agar yang ditinggal dapat meneruskan cita-citanya. Memanjatkan doa untuk kebahagiaan semua makhluk hanya mungkin timbul karena dorongan cinta kasih. Buddha bersabda bahwa pembebasan pikiran melalui cinta kasih adalah kebahagiaan yang tertinggi, oleh karena tidak ada makhluk yang dapat mengganggu mereka yang hidup dalam cinta kasih.[3] Kita dapat melatih diri dengan menyertai doa untuk setiap perbuatan yang kita kerjakan, “Semoga semua makhluk bahagia. Sebagaimana kami menghendaki kebahagiaan untuk diri kami, semoga demikian pula semua makhluk sejahtera dan bahagia.” Doa dan kerja dapat menyatu dalam kegiatan kita sehari-hari.
Hari Pahlawan tidak hanya diperingati dengan melakukan upacara di lapangan atau di makam. Kegiatan menghormati pahlawan bisa dilaksanakan sampai ke pusat-pusat keramaian kota. Mari kita mengheningkan cipta di tengah kerja sekalipun. Tidak akan waktu itu habis untuk merenung dan membangkitkan kesadaran, “Barangsiapa bersikap bijaksana dengan membangkitkan. kesadaran, senantiasa waspada, disiplin, menguasai diri, menjadikan dirinya sebagai pulau yang tiada akan tenggelam oleh air yang menghempasnya.”[4]
Melalui mengheningkan cipta kita dapat mengembangkan kekuatan diri sendiri. Dengan mengubah dunia manusia dapat memuaskan kesombongan dan menumbuhkan keakuan, tetapi dengan mengembangkan kekuatan atau mengubah diri sendiri, kita meraih sukses bahkan hingga mencapai kesempurnaan. Latihan yang pertama adalah konsentrasi atau pemusatan pikiran. Apabila konsentrasi telah berkembang kita akan memasuki meditasi atau renungan dan tingkat yang lebih lanjut, yaitu kontemplasi atau samadhi.
Konsentrasi dapat timbul secara wajar dan alamiah atau sebagai hasil dari latihan-latihan tertentu. Hasil terakhir dari keduanya adalah sama, yakni pikiran yang terpusat dan siap digunakan untuk melakukan introspeksi. Dengan pikiran yang terpusat secara wajar banyak murid-murid Buddha yang mencapai Penerangan. Mereka tidak selalu mesti pergi ke hutan-hutan yang sunyi dan duduk diam untuk meditasi. Maka mengheningkan cipta di tempat kerja bukanlah pekerjaan sia-sia.
9 November 1988
[1] Dhammapada 16
[2] Digha Nikaya 16
[3] Samyutta Nikaya II, 6:4
[4] Dhammapada 25