Masa Depan
- By admin
- January 23, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Setiap orang dapat belajar dari masa lalu dan merencanakan masa depan dengan kesadaran masa sekarang. Ada dua jenis masa depan. Yang pertama, masa depan saat masih hidup, misalnya menyangkut kesuksesan dalam karier dan kehidupan keluarga. Yang kedua, masa depan setelah meninggal dunia.
Masa depan tidak memiliki kepastian. Segala fenomena dan kondisi selalu berubah. Yang pasti dan nyata sedang kita hadapi adalah hidup di sini di saat ini. Mengabaikan apa yang sedang dihadapi di sini di saat ini, berarti membiarkan kesempatan hilang tenggelam ke masa lalu dan tak akan kembali lagi.
Sedangkan hidup di masa kemudian ditentukan oleh saat sekarang. Maka, mengoptimalkan momen sekarang jelas adalah hal yang terbaik yang dapat dilakukan untuk memastikan masa depan yang baik. “Apabilaorang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama ketiga waktu.” (Dhp 157)
Mengarah ke Depan
Apa yang disebut hari, dimulai dengan pagi, diakhiri dengan malam, lalu kembali pagi lagi. Waktu satu bulan, berdasar lamanya bulan mengelilingi bumi satu kali, dimulai dengan tanggal satu sampai tanggal satu bulan berikutnya. Untuk penanggalan lunar, tanggal satu adalah hari terbitnya bulan baru. Dalam satu tahun, setiap kali musim yang satu datang lalu berakhir, digantikan oleh musim yang lain.
Tahun baru Imlek adalah penanggalan dengan siklus dua belas tahun binatang (cap-ji-shio). Tahun sekarang merupakan Tahun Naga Air. Orang yang memercayai horoskop dan fengsui bertanya-tanya mengenai sesuatu yang baik atau pun buruk, yang akan terjadi pada tahun naga ini. Bagaimana pandangan Buddhis mengenai ramalan? Orang bisa percaya pada ilmu meramal dan fengsui, tetapi tidak ada jaminan bahwa tukang ramal bisa dipercaya. Ada ramalan yang tepat, ada yang tidak.
Manusia adalah makhluk merdeka yang menentukan nasibnya sendiri dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri (M. III, 203). Perbuatan itulah karma. Ada karma individual, ada karma kolektif. Hukum karma merupakan hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang sekaligus pula merupakan hukum moral yang impersonal. Bagaimana nasib kita di kemudian hari ditentukan oleh apa yang kita perbuat sekarang ini. Siapa kita, ditentukan oleh bagaimana kita hidup serta bagaimana kita memperlakukan orang lain dan lingkungan.
Dunia mengenal siklus berulang. Tetapi arus kehidupan dan perjalanan waktu selalu mengarah ke depan, tidak pernah kembali. Apa yang akan kita lakukan kalau nasi sudah menjadi bubur? Ketika kayu bakar telah menjadi abu, kita tidak akan mengembalikannya menjadi kayu bakar. Musim semi bukan lagi musim salju. Menurut Dogen, ada tahapan yang mendahului, ada yang belakangan, tetapi keduanya jelas terpisah. Jika seseorang terikat oleh masa depan ataupun masa lalu, ia mudah terperangkap dalam kecemasan, ketakutan, dan penyesalan.
Buddha mengajarkan bahwa untung dan rugi, dihormati dan dihina, dipuji dan dicela, kebahagiaan dan penderitaan, adalah kondisi nyata dari dunia ini (A. IV, 157). Apabila salah satu dari kondisi itu muncul, seseorang harus merenungkan bahwa kondisi tersebut tidak kekal, dapat berubah, dan harus disadari sebagaimana adanya, jangan sampai mengguncangkan pikiran.
Proses dan Tujuan
Kita sering mengkhawatirkan masa depan kita. Kita mengimpikan masa depan, yang dibayangkan sebagai kebahagiaan dengan segala macam prasyarat dan kondisi. Ketika kita menempatkan tujuan sebagai suatu harapan yang terjadi di kemudian hari, yang masih jauh dari kita sekarang, kita kehilangan momentum saat ini.
Tujuan itu seharusnya ada di sini saat ini, dalam proses setiap momen yang sedang kita jalani. Kedamaian bukan tujuan di kemudian hari, tetapi harus sudah hadir sekarang ini dalam proses pencapaiannya. Proses dan tujuan itu sama. Untuk mencapai kedamaian, prosesnya pun harus damai. Orang yang menghadapi kekerasan harus mendekati dengan cinta kasih dan berusaha sebaik mungkin untuk menolong manusia yang dihadapinya agar bergerak ke arah tanpa kekerasan. Mereka yang bekerja untuk perdamaian dengan kebencian, tidak akan pernah berhasil.
Kita memahami tujuan NKRI antara lain melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sampai kapan pun, tujuan itu hanya merupakan angan-angan, kalau tidak direalisasikan menyatu dengan proses dan kegiatan hidup sekarang juga.
Selain itu seringkali apa yang kita persoalkan dengan cepatnya sudah muncul di hadapan kita. Waktu berlalu, dan kita masih berbicara tentang berbagai persiapan, tahapan proyek yang tidak rampung-rampung, sepertinya tahun belum berganti. Kenapa kita tidak menyatukan tujuan dengan proses yang kita jalani?
Jakarta, Januari 2012