Meditasi untuk Pemula
- By admin
- March 18, 2022
- Di Atas Kekuasaan dan Kekayaan
Pernah di hadapan masyarakat sekolah di New York, seorang upasaka memperkenalkan meditasi bagi pemula. Meditasi ini merupakan cara untuk mendalami ajaran agama hingga menembus lubuk kalbu dan mencapai Penerangan. Upasaka itu CT Shen, tidak mengajarkan doa, mantra, atau renungan ayat-ayat suci. Tetapi ia mengajak pendengarnya untuk menghitung pernapasan.
Katanya, “Anda menghirup dan menghembuskan napas terus menerus, tetapi Anda tidak pernah memperhatikannya. Sekarang cobalah menghitung pernapasan Anda. Yang dihitung setiap kali Anda menarik napas, tetapi tidak ketika membuang napas. Kadang-kadang Anda bernapas panjang, kadang-kadang pendek. Hal ini tidak penting sama sekali. Bernapaslah sewajarnya tanpa paksaan dan tanpa merasa tegang. Hitunglah mulai dari satu pada waktu menarik napas. Jika Anda berhasil menyelesaikan hingga hitungan ke sepuluh, Anda ulangi proses tadi mulai dari hitungan ke satu lagi. Hal ini dilakukan terus menerus selama 15 menit setiap hari dan sedikit demi sedikit waktunya diperpanjang sesuai dengan keinginan Anda.”
Apa urusannya memperhatikan pernapasan ini dengan kehidupan beragama? Upasaka itu sungguh sedang memperkenalkan salah satu ajaran agama Buddha bagi pemula, bukan mengajarkan olahraga pernapasan. Tidak ada usaha untuk mengatur pernapasan, baik berupa usaha memperpanjang atau menahan napas. Ikuti ujarnya kemudian, “Mula-mula mungkin Anda mengalami kesukaran untuk terus menerus menghitung sampai sepuluh. Pikiran seringkali melayang dan Anda akan kehilangan kesadaran menghitung. Jangan khawatir, ketika kesadaran muncul kembali, mulailah menghitung dari satu lagi.” Ia mengajak untuk menghitung, tetapi jelas bukan mengajarkan latihan berhitung.
Biasanya sebelum tercapai keheningan banyak bayangan pikiran atau gagasan yang menggoda. Kita hanya menjadi penonton, mengamati dengan waspada hingga gagasan itu lenyap kembali. Latihan penyadaran ini menghasilkan ketenteraman, tanpa membiarkan batin itu kosong atau menimbulkan rasa mengantuk hingga akhirnya tertidur. Di sini kita sedang diperkenalkan pada penghayatan kesadaran.
Selanjutnya IUpasaka CT Shen menjelaskan, “Selama sekejap, hitungan, pernapasan, diri Anda dan dunia luar, semua menghilang. Hanya tinggal kesadaran murni. Saat yang sebentar ini akan menjadi suatu pengalaman yang memukau, penuh keheningan dan kepuasan. Namun selekas Anda memperoleh kesadaran akan diri pribadi Anda sendiri, Anda akan segera kehilangan pengalaman ini. Berhari-hari akan berlalu sebelum Anda mengalaminya lagi. Kemudian pengalaman semacam ini dapat berulang-ulang dengan masa waktu yang lebih lama. “Itulah awal untuk latihan yang lebih lanjut.”
Melalui pemusatan pikiran pada pernapasan, orang dapat mencapai samadhi dan berkomunikasi dengan Tuhan. Ketika pemusatan pikiran tercapai, batin dan jasmani akan luluh dalam kesatuan, dan akan menyadari keesaan kehidupan. Tuhan ada di mana-mana dan selalu menyertai kita, namun kita tidak selalu menyadari kehadiran-Nya. Seperti halnya kita semua selalu bernapas, dan hidup itu sendiri berlangsung sepanjang kita bernapas, namun kesadaran kita tidak selalu mengikuti gerak-gerik atau keluar masuknya udara pernapasan.
Lalu bagi kebanyakan orang, melatih perhatian terhadap pernapasan ini agaknya tidak mudah. Hidup masa kini di tengah kesibukan orang-orang dan kebisingan di sekeliling kita sepanjang hari barangkali tidak memberi kesempatan bagi kita untuk memperoleh keheningan. Namun Samatha Bhavana (meditasi pengembangan ketenangan batin) dengan obyek perenungan terhadap keluar masuknya napas bukanlah tidak mungkin dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Meditasi bukan hanya berarti duduk atau berbaring. Kalau ingin belajar menjadi Buddha, Buddha pun tidak mempunyai wujud yang tetap. Dharma tidak berdiam di satu tempat.” Demikian ujar Nan-ye, seorang guru Zen.
Manusia mengalami berbagai gangguan dan seringkali melihat ke luar dari dirinya. Padahal, sebagaimana dikemukakan oleh Nina van Gorkom, gangguan dan keresahan sesungguhnya tidaklah datang dari pihak luar, tetapi bersumber dari dalam diri kita sendiri. Nina van Gorkom, istri mantan duta besar Belanda untuk Indonesia banyak menulis tentang ajaran Buddha yang dihayatinya. Katanya, kita mengharapkan ketenangan batin tetapi kita tidak tahu bagaimana menemukannya. Manusia terbiasa memiliki pikiran yang mengandung unsur keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, sehingga sukar untuk mengubah kebiasaannya.
Kemurahan hati (dana), moralitas (sila), dan pengembangan mental (bhavana) merupakan jalan untuk mencapai ketenangan batin. Pengembangan mental sampai batas tertentu diperoleh dengan memperdalam pengetahuan agama, membaca Kitab Suci, dan memahaminya dengan benar. Tahapan yang lebih lanjut hanya dicapai dengan melatih meditasi. Pelaksanaan meditasi ini memerlukan pengertian benar pada tingkat yang minimal dan tak lepas dari moralitas sebagai fondasi.
30 November 1988