Memilih Cara KB
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Terlambat haid tidak selalu berarti hamil. Tetapi kemungkinan hamil akibat suatu hubungan seks, tanpa adanya usaha pencegahan sangat mungkin akan terjadi. Sekarang ini hampir tidak ada seorang pun yang belum pernah mengetahui tentang KB. Namun ternyata masih banyak wanita yang berusaha mencegah kehamilan baru setelah gelisah menunggu kedatangan haidnya.
“Para siswa, dengan bergabungnya tiga syarat terjadilah kehamilan. Sekalipun terjadi hubungan seks antara laki-laki dan perempuan, tetapi tidak pada saat yang subur dan tidak terdapat gandhabba, maka pembuahan tidak akan terjadi. Jika terjadi hubungan seks, pada saat itu sedang subur, tanpa adanya gandhabba, juga tidak terjadi pembuahan. Namun para siswa, ketika terjadi hubungan seks, pada saat wanita itu subur dan terdapat gandhabba, dengan terpenuhinya ketiga syarat ini, terjadilah pembuahan”[1].
Gandhabba adalah calon manusia yang akan lahir, yang membawa kekuatan karma dari kehidupan sebelumnya. Kita tidak mungkin tahu apakah ada gandhabba yang muncul pada saat terjadinya suatu persetubuhan. Oleh karena itu pasangan yang menghendaki kehamilan atau pun yang tidak menghendaki kehamilan dapat memperhatikan dua syarat yang lain: pertemuan elemen seks dan masa yang subur. Suatu kehamilan tidak akan terjadi dengan menghindari hubungan seks, khususnya ketika wanita yang bersangkutan dalam masa subur, atau dengan mencegah pertemuan antara elemen seks laki-laki dan perempuan.
Tanpa pencegahan, setelah terjadi hubungan seks dalam masa yang diperkirakan subur, selalu memungkinkan terjadinya kehamilan harus dipertimbangkan. Terlambatnya haid merupakan tanda yang paling cepat disadari oleh wanita yang bersangkutan. Usaha apa pun yang dilakukan kemudian untuk menolak berlangsungnya kehamilan bukan lagi merupakan cara KB yang dibenarkan. Minum jamu atau diurut secara tradisional agar bisa haid lagi, misalnya, bukanlah usaha pencegahan, tetapi dapat digolongkan sebagai usaha menggugurkan kandungan. Menurut Buddha, suatu perbuatan merupakan pembunuhan jika memenuhi lima syarat: Adanya makhluk hidup, mengetahui makhluk itu hidup, ada pikiran hendak mengakhiri hidupnya, melaksanakan, dan makhluk itu mati disebabkan pelaksanaan tersebut.[2]
Pada peristiwa pembuahan bersamaan dengan adanya gandhabba, terjadi seketika bentuk materi sebanyak tiga kelompok, yakni unit jasmani, unit seks, dan unit basis (kaya-bhava dan vatthu-dasaka-kaiapa). Suatu hasil konsepsi sudah sejak awal mulanya sekaligus mengandung komponen jasmani dan rohani. Demikian pula jenis kelamin sudah ditentukan begitu konsepsi terjadi sesuai dengan karmanya. Yakkha bertanya kepada Buddha, bahwa bentuk materi bukanlah jiwa, lalu bagaimanakah jiwa memasuki atau memiliki tubuh? Buddha menjawab: “Pada mulanya kalala lahir, kemudian abbuda. Selanjutnya tumbuh pesi, lalu menyusul ghana berkembang. Pada ghana terdapat rambut, bulu, kuku. Dan apa saja makanan serta minuman yang ditelan ibunya, dengan itu makhluk dalam kandungannya hidup dan tumbuh.” Kalala adalah tahap pertama pembentukan janin, yang digambarkan sebagai bercak cairan sepekat lumpur. Istilah lain menunjukkan nama tahapan perkembangan bentuk janin yang tumbuh dan berkembang mengikuti hukum pertumbuhan fisik sampai menjadi wujud yang biasanya kita lihat ketika lahir. Dengan jawaban ini Buddha menunjukkan bahwa tidak ada jiwa yang berdiri sendiri, yang dapat menciptakan jasmani atau menyebabkan pertumbuhan fisik sendiri.”[3]
Tergantung dari karma calon bayi dan orangtuanya suatu kehamilan akan berlangsung hingga sang ibu melahirkan ataupun mungkin secara alamiah berakhir dengan keguguran. Bagi calon ibu sendiri, setelah terjadi pembuahan seharusnya ia memelihara kehamilannya dengan penuh kasih. “Yang terlihat ataupun tidak terlihat, yang jauh atau yang dekat, yang telah lahir atau yang akan lahir, semoga semua makhluk berbahagia.”[4] Sekalipun setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tidak mempunyai anak atau merencanakan jumlah anaknya, kesempatan itu tertutup setelah terjadi suatu kehamilan.
Berdasarkan disiplin moral (sila) yang dibangun atas dasar kasih, segala ikhtiar menghentikan kehamilan setelah terjadinya pembuahan tidak dibenarkan. Cara KB yang dianggap paling mulia adalah pantang melakukan hubungan kelamin (brahmacariya). Secara berkala umat berkeluarga menjalankannya pada hari-hari tertentu untuk tujuan kerohanian, dan dapat melaksanakan pula pada saat pihak istri mengalami masa subur. Tanpa menghindari hubungan seks, pencegahan kehamilan dapat dilakukan dengan cara senggama terputus. Namun untuk memilih suatu cara, faktor kegagalan harus dipertimbangkan matang-matang.
Untuk menghindari risiko kegagalan, penggunaan alat kontrasepsi yang efektif lebih dihargai. IUD, susuk dan suntikan KB, atau pil KB lebih dapat dipercaya daripada kondom, diafragma atau kap cervix, jelly, tablet vagina, dan tissue KB. Sedangkan pasangan yang tidak menginginkan anak lagi dapat memilih operasi vasektomi atau tubektomi. Pemilihan salah satu cara yang terbaik dapat mengikuti petunjuk dari pihak pemberi pelayanan kesehatan, tetapi pengambilan keputusan dan pertanggungjawabannya tetap pada pasangan yang bersangkutan.
6 Desember 1989
[1] Majjhima Nikaya 38
[2] Abhidhammattha Sanggha
[3] Samyutta Nikaya X, 1
[4] Suttanipatta 8