Namanya Perempuan
- By admin
- June 4, 2022
- Keselamatan di Bumi
Konon perempuan adalah makhluk yang diciptakan untuk menemani laki-laki yang kesepian. Tak lama setelah diberi teman yang namanya perempuan, laki-laki yang pertama diciptakan menghadap dewa pencipta. Mengucapkan terima kasih? Tidak, ia bermaksud mengembalikan perempuan itu. Ia mengeluh bahwa perempuan yang diberikan kepadanya terlalu banyak menyusahkannya. Perempuan itu cerewet, cengeng, maunya dimanja, tak henti-hentinya mengganggu, sehingga ia tak tahan hidup dengannya.
Setelah beberapa hari tinggal sendiri, laki-laki itu menyesali kebodohannya dahulu dan memohon untuk mendapatkan kembali perempuan tersebut. Dalam kesepiannya ia merindukan bisikan dan belaian wanita yang lembut. Maka dewa pencipta yang arif mengabulkannya. Hanya beberapa hari juga, laki-laki itu kebingungan lagi mencari dewa pencipta. Terlalu banyak alasan yang membuat ingin mengembalikan perempuan tersebut. Kali ini dewa pencipta tidak memenuhi permintaannya. Ada pun makhluk yang bernama perempuan itu tidak ditanya bagaimana pendapatnya. Ini cuma sebuah dongeng memang.
Isidasi adalah nama seorang perempuan. Ia anak seorang pengusaha dan dibesarkan dengan penuh cinta-kasih. Ketika datang lamaran dari keluarga yang terkemuka, yang mengirimkan sejumlah intan permata, siapa saja akan berpendapat bahwa hari depannya pasti akan lebih bahagia. Maka orangtuanya merasa telah bertindak benar dengan menyetujui lamaran itu. Isidasi juga tidak berpikir lain. Perempuan yang bukan lagi kanak-kanak, sudah semestinya kawin dan tidak menunggu hingga menjadi perawan tua.
Perempuan itu berusaha untuk menjadi istri yang baik bagi suaminya, sekaligus menantu yang baik bagi mertuanya. Namun ia tidak mengerti, sang suami tidak menaruh kasih dan sebaliknya melukai hatinya kemudian. Menyakitkan memang, ia dikembalikan ke rumah orangtuanya. Tidak lama setelah itu ia dikawinkan dengan laki-laki lain, juga seorang kaya. Mas kawinnya setengah dari yang pertama dahulu. Nasib perkawinan ini tidak berbeda dari sebelumnya. Masih saja banyak orang berpikir lebih baik perempuan itu kawin lagi daripada menjanda. Apabila tinggal di rumah suami yang kaya mendatangkan derita, mungkin tidak demikian jika mengambil suami yang miskin dan tinggal tetap di rumah sendiri. Lalu seorang laki-laki musafir yang miskin dikawininya. Perkawinan yang ketiga ini pun gagal.
Isidasi yang semula merasa tidak bisa hidup tanpa laki-laki kemudian tertarik mengikuti jejak seorang rahib wanita. Ia berhasil meraih kekuatan paranormal dan mampu mengingat kembali riwayatnya selama tujuh kali kelahiran yang terakhir. Ia pernah dilahirkan sebagai seorang pandai emas yang menggauli istri orang lain. Dalam kehidupan berikutnya ia dilahirkan di neraka. Selanjutnya ia lahir kembali beberapa kali sebagai hewan yang kena dikebiri, lalu sebagai manusia banci, dan terakhir sebagai anak perempuan yang miskin. Setelah dewasa, ia kawin dengan seorang lelaki yang telah beristri dan menaruh benci kepada madunya. Nasib Isidasi yang malang tak lain dari buah karma atau akibat dari perbuatannya di masa yang silam.[1]
Seseorang boleh berpikir bahwa ia tidak tahu mengapa dilahirkan sebagai seorang perempuan atau seorang lelaki. Kasus Isidasi menunjukkan bahwa dalam lingkaran kehidupan, seorang laki-laki atau perempuan tidak selalu akan dilahirkan dengan jenis kelamin yang sama pada kehidupan berikutnya. Sekalipun pria dan wanita berbeda kodrat, jiwa tidaklah dibedakan menurut jenis kelamin. Apakah masih pantas orang mempertanyakan keadilan Sang Pencipta?
Manusia sendiri yang telah menciptakan ketidakadilan karena menempatkan kedudukan wanita di bawah laki-laki. Revenge of the Stepford Wives, film fiktif yang ditayangkan TVRI menggambarkan bagaimana laki-laki ingin mengatur perempuan. Istri tidak boleh cerewet, menunggu suami di rumah. Yang namanya perempuan sehari-hari mengurus dapur, mendandani rumah, dan menghibur suami. Untuk menciptakan keadaan seperti itu, para suami di kota Stepford bersatu menundukkan istri yang berani menentang suami, memasukkannya ke rumah sakit, untuk disuntik, cuci otak, dan dicekoki obat hingga tunduk pada suami.
Seandainya seorang laki-laki bertanya kepada istrinya, siapa gerangan orang yang paling ia cintai? Laki-laki itu mungkin mengharap jawaban bahwa si istri lebih mencintai suami ketimbang dirinya sendiri. Begitulah, Pasenadi bertanya kepada istrinya, adakah seseorang yang lebih ia cintai daripada dirinya sendiri? Mallika, istrinya itu menjawab dengan sejujurnya, bahwa yang paling ia cintai tentu saja tiada lain dari dirinya sendiri. Pasenadi adalah seorang raja yang jelas serba memiliki. Bagi laki-laki pada umumnya, apalagi dia penguasa, memiliki istri tidak berarti dimiliki istri tersebut. Bukankah banyak laki-laki tidak cukup beristri satu? Mendengar jawaban istrinya, Pasenadi tidak bisa lain dari mengakui bahwa ia pun lebih mencintai diri sendiri.
Pembicaraan dengan Mallika itu disampaikan olehnya kepada Buddha. Lalu Buddha mengingatkan, karena setiap orang mencintai dirinya sendiri, sepantasnyalah kesadaran itu membuat orang yang mencintai diri sendiri tidak mengabaikan kepentingan atau nasib pihak lain.[2]
19 April 1989
[1] Therigatha 400-447
[2] Udana V, 1