Pengendalian Diri
- By admin
- January 23, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Seekor ikan akan menyambar umpan di mata kail. Kepuasan yang dinikmatinya sekejap harus dibayar mahal. Dia kehilangan kebebasan dan maut menunggunya. Seekor laron terbang menuju cahaya. Jilatan api pun menghanguskannya. Lain dengan manusia yang bisa mengendalikan diri. Manusia adalah subjek pengendali, bukan objek yang dikendalikan oleh nafsu keinginan yang akan membuatnya menderita terperangkap godaan duniawi.
Di tengah kepadatan lalu-lintas seorang pengemudi kendaraan bermotor akan menahan diri sehingga tidak menyerobot dan melanggar peraturan yang justru menimbulkan kemacetan. Menjaga kebersihan, seperti juga mengatur pola makan, penting bagi siapa saja untuk menghindari penyakit. Disiplin dan pengendalian diri merupakan kebutuhan setiap orang sekaligus kebutuhan masyarakat.
Puasa Upawasa
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang akurat, seorang pasien harus melakukan puasa. Mungkin ia merasa terpaksa menahan diri, padahal puasa merupakan sebuah kebutuhan demi kepentingannya sendiri. Lain dengan seorang petapa, yang melakukan puasa sebagai sebuah cara untuk mencapai cita-citanya. Cara yang dipilihnya sendiri, bukan karena terpaksa.
Siddharta Gotama pernah berpuasa secara ekstrem sehingga badannya kurus kering, lalu ia sadar bahwa perjuangan memerlukan tubuh yang sehat. Ia mengubah cara hidupnya, memilih cara moderat. Setelah menjadi Buddha, Ia mengajarkan puasa seumur hidup pantang makanan dan minuman yang melemahkan kesadaran. Bagi yang mampu, berpantang makanan hewani (vegetaris) dan makan sekali sehari tidak lewat tengah hari.
Asal kata puasa adalah upawasa dalam bahasa Kawi. Kamus Jawa Kuna-Indonesia mengartikan upawasa atau puasa sebagai kewajiban religi yang terdiri atas melakukan pantangan terhadap semua perasaan nikmat, dari wangi-wangian, bunga-bungaan, hiasan-hiasan, sirih, musik atau tabuh-tabuhan, tari-tarian, dan sebagainya; pada umumnya pantangan terhadap makanan.
Dalam bahasa Sanskerta, upavas, upavasati diartikan diam dalam keadaan menahan nafsu, yang secara sempit disamakan dengan berpantang makan. Upavasatha adalah hari puasa, bagi penganut Weda khususnya merupakan hari persiapan menjelang upacara kurban soma (sejenis minuman). Sedang menurut teks Buddhis, kata upavasatha atau dalam bahasa Pali uposatha mengandung arti “masuk untuk berdiam dalam keluhuran”.
Memenuhi saran dari Raja Bimbisara, Buddha menganjurkan para siswa-Nya berkumpul di kompleks wihara setiap hari upawasa. Waktu itu adalah hari bulan purnama, bulan gelap, dan pertengahan di antaranya. Berdasarkan kalendar lunar, yang dikenal sekarang penanggalan Imlek misalnya, bertepatan dengan tanggal 1, 8, 15, dan 23. Kesempatan itu digunakan untuk mendalami Dharma, belajar, berlatih, dan berbagi.
Peraturan Pelatihan
Agaknya penentuan hari puasa dihubungkan dengan peredaran bulan karena memperhatikan bioritme manusia. Sebagaimana lautan yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan, demikian pula cairan di dalam tubuh manusia. “Semua unsur cair yang ada di dalam serta semua unsur cair yang ada di luar, adalah sama merupakan unsur cair” (M. I, 422). Orang yang menyadari manfaat pengendalian diri melihat adanya suatu alasan untuk menjadikan saat-saat nafsu atau kotoran batin berkembang sebagai hari puasa.
Setiap umat Buddha sehari-hari melaksanakan Panca Sila (lima sila): (1) tidak membunuh; (2) tidak mencuri, tidak mengambil apa yang tidak diberikan; (3) tidak berzina; (4) tidak berdusta, tidak berkata yang tidak benar; (5) tidak mengonsumsi bahan-bahan yang memabukkan atau mengurangi kesadaran.
Pada hari-hari tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai yang diniatkan, umat perumah-tangga dianjurkan melakukan Attha Sila (delapan sila). Sila tidak berzina diganti dengan tidak melakukan hubungan kelamin, ditambah dengan tiga peraturan pelatihan lain: (6) tidak makan di luar waktunya/lewat tengah hari; (7) menghindari tari-tarian, nyanyian, musik, tontonan; mengenakan perhiasan, wangi-wangian, dan kosmetika; dan (8) tidak menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah. Praktik ini meneladani jejak orang-orang suci. (A. IV, 248).
Bentuk latihan yang lain, vegetaris mengikuti Sila Bodhisattwa. Karena adanya praktik yang bersifat pantangan ini maka hari upawasa sering disebut sebagai hari puasa. Orang yang berpuasa mengendalikan dirinya sendiri, bukan mengendalikan orang lain. Kalau seseorang tidak bisa menjalankan semuanya, ia masih memperoleh pahala dari sebagian yang dikerjakannya dengan baik. Ia bisa terus berlatih sehingga mampu mentransformasi dirinya.
Calon biksu/biksuni menjalani kehidupan selibat dan menjauhi keduniawian. Sehari-hari mereka menjalani Dasa Sila, sepuluh peraturan pelatihan. Sedang para biksu mematuhi 227 hingga 250 pasal peraturan. Aturan-aturan pokok kebiksuan disebut Patimokkha, dibacakan sekali dalam setengah bulan, yaitu di hari ke-14 atau ke-15.
Khusus di musim hujan, selama tiga bulan para biksu melaksanakan retret atau tirakatan di wihara tertentu dan mematuhi peraturan vassa. Di akhir retret mereka melakukan upacara penyucian dengan mengakui kesalahan, bertekad tidak akan mengulangi kesalahan, menerima kritik dan nasihat.
Jakarta, Agustus 2010