Rendah Diri yang Tersembunyi
- By admin
- March 30, 2022
- Belajar Menjadi Bijaksana
Gejala rendah diri agaknya mudah dikenali jika dihubungkan dengan suatu masalah kekurangan pada diri seseorang. Kekurangan yang terutama berupa cacat jasmani. Tetapi tidak semua penyandang cacat itu rendah diri. Dalam kategori ini dapat pula dimasukkan misalnya gadis yang malu bergaul karena tidak cantik, atau pria yang takut tampil di muka umum dengan kepalanya yang botak. Kekurangan yang lain mungkin dalam hal status sosial ekonomi atau tingkat pendidikan.
Rendah diri merupakan gangguan kepribadian atau gejala penyakit mental. Gejala rendah diri ini tidak hanya milik orang orang kecil, tetapi banyak pula ditemukan pada orang-orang yang sukses menurut ukuran sosial ekonomi atau pendidikan dan keadaan fisiknya tergolong normal. Hanya saja tidak selalu mudah dikenali karena tersembunyi. Kedudukan yang dimiliki seseorang tidak menjamin bahwa ia pun memiliki harga diri yang sesuai. Orang-orang yang berkedudukan, yang kaya atau pandai memang pantas untuk dihormati. Seharusnya, karena tahu bahwa ia dihormati, maka ia akan bersikap rendah hati. Jika ia tinggi hati, tidak lain karena takut tidak dihormati. Itulah gejala rendah diri yang tersembunyi.
Seorang kepala kantor yang rendah diri mungkin merasa kurang dipandang sehingga perlu menekan bawahan agar ditakuti. Ia tidak mungkin rendah hati. Ia menyombongkan kekuasaannya dan bersikap otoriter untuk menjadikan bawahannya tunduk. Keberhasilan dan kepuasannya timbul dengan menaklukkan orang lain yang dipaksa agar melakukan sesuatu untuknya. Orang kaya yang rendah diri merasa perlu untuk memamerkan harta kekayaannya. Orang berpendidikan yang rendah diri menyombongkan kepandaiannya dengan menyepelekan kemampuan orang lain. Mereka yang rendah diri ini egois, mudah iri hati, khawatir tersaingi, dan sukar menerima kritik.
Buddha melihat bahayanya egoisme dan kesombongan yang timbul dari sang aku sebenarnya menunjukkan kebodohan. Dengan mementingkan dirinya sendiri orang yang dungu menginginkan nama yang palsu, berambisi untuk menonjol dengan menyembunyikan ketidakmampuannya, ingin berkuasa, terpandang, dan dihormati oleh orang lain. Orang itu berambisi agar orang-orang mengakui bahwa semua pekerjaan besar atau kecil berhasil karena usahanya sendiri. Keinginan dan kesombongannya pun selalu bertambah.[1]
Karena rendah diri, orang berusaha menyembunyikan kekurangannya. Ia malu jika orang lain mengetahui tentang kelemahannya. Seorang anak sekolah yang tidak berani membuka mulut untuk bertanya kepada gurunya sekalipun ia tidak mengerti, biasanya dianggap bukan merupakan masalah. Padahal orang yang menderita halitosis (napas buruk) sehingga tidak berani membuka mulutnya digolongkan rendah diri. Dalam menyembunyikan suatu bentuk kekurangan, siapa saja mudah terjerumus untuk berbuat curang atau menipu. Orang yang merasa kurang tinggi akan berdiri berjingkat. Menurut Laotse, barangsiapa beridiri berjingkat dia akan kehilangan keseimbangannya.
Lain halnya pada orang yang rendah hati. Ia tidak merasa kurang tinggi sehingga tidak akan berjingkat. Ia menaklukkan diri sendiri, bukan orang lain. Ia berusaha melakukan sesuatu untuk orang lain, dan tidak merasa perlu memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu baginya. Sebagaimana sabda Buddha, “Janganlah mencari kesalahan orang lain atau hanya mempermasalahkan apa yang telah dikerjakan dan belum dikerjakan oleh orang lain. Perhatikan apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.”[2]Sekali pun ia tidak memaksa, orang-orang lain dengan senang hati akan bekerja untuknya.
Orang yang rendah hati tidak merasa malu untuk mengakui kelemahannya. Bahkan seorang raja dapat menyadari bahwa mungkin saja ia memiliki kesalahan. Seperti yang diriwayatkan dalam Kitab Dhammapada Atthakatha, meskipun Raja Varanasi tidak melihat kekurangannya sendiri, ia ingin mengetahui bagaimana pandangan orang lain mengenai dirinya. Semua orang tahu banyak mengenai banyak hal di luar dirinya, tetapi sangat sedikit mengetahui secara benar mengenai dirinya sendiri. Pikirnya, “Seseorang tidak akan pernah menemukan kesalahannya sendiri, maka orang lain yang harus menunjukkannya.” Dalam ungkapan Zen ditemukan bahwa, “Sebatang pedang dapat menebas, tetapi tidak mungkin menebas batang pedang itu sendiri. Sebuah mata dapat melihat, tetapi tidak mungkin melihat mata itu sendiri.”
Tidak mungkin seorang rakyat berani mengungkapkan secara terbuka mengenai kekurangan rajanya. Orang kecil tentu saja merasa sangat rendah di hadapan seorang raja. Maka Raja Varanasi melakukan penyamaran dan berkeliling negeri untuk mendengar apa saja yang dipercakapkan orang-orang mengenai dirinya. Selama kunjungan kerjanya jelas ia tidak minta dihormati, tidak juga memerlukan pengakuan orang lain atas kekuasaannya. Ia tidak rendah diri, tetapi rendah hati.
“Dengan upaya sendiri, waspada, disiplin, dan mawas diri, orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh air bah yang melanda.”[3]
20 Februari 1991
[1] Dhammapada 73-74
[2] Dhammapada 50
[3] Dhammapada 25