Renungan Asadha
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Tidak semua orang dapat menerima ajaran Buddha sekalipun betul Dharma itu diajarkan untuk semua orang. Dharma tidak mudah untuk dipahami, begitu yang terpikir oleh Buddha setelah Ia mencapai Penerangan Sempurna. Manusia menyukai kepuasan hawa nafsu, sehingga sulit untuk melihat dengan benar sebab-akibat yang menyertai suatu hal dan sulit untuk menolak kemelekatan atau memusnahkan hawa nafsu. Apa tidak akan sia-sia saja Ia mengajarkan Dharma?
Bagi kebanyakan orang yang diliputi hawa nafsu dan kebencian, Dharma tiada akan dapat dimengerti. Tetapi terdapat orang-orang yang dihinggapi sedikit debu saja pada matanya, sedikit noda pada batinnya, mereka akan terselamatkan dengan mengenal ajaran itu. Dunia akan rusak, dunia akan binasa jika Tathagata tidak berusaha mengajarkan Dharma. Dunia sempat mengenal ajaran yang keliru, yang sesat dan tidaklah suci. Maka Buddha harus mengajarkan Dharma untuk menyadarkan dan meluruskannya. Demikian pernyataan Brahma Sahampati, Penguasa Dunia, kepada Buddha.” [1]
Untuk pertama kalinya Buddha mengajarkan Dharma kepada lima orang petapa di Taman Rusa Benares. Peristiwa itu sering disebut dengan “memutar roda Dharma”. Umat Buddha memperingatinya pada saat bulan purnama Asadha, dalam bulan Juli sekarang ini. Dhammacakkappavattana Sutta, khotbah Buddha yang pertama, kembali menjadi topik khotbah di wihara-wihara. Singkatnya, Sutta itu menguraikan tentang Jalan Tengah (Majjhimapatipada), sebagai cara untuk melenyapkan penderitaan. Ada dua hal ekstrem yang harus dihindari. Ekstrem yang pertama yaitu mengumbar hawa nafsu dan ekstrem yang kedua adalah menyiksa diri.
Jalan Tengah yang menolak kedua bentuk ekstrem terdiri dari delapan unsur, yang dinamakan Ariya-atthangika-magga. Sering orang menyebutkan sebagai Delapan Jalan Utama, tetapi sesungguhnya merupakan satu jalan dengan delapan ruas dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedelapan unsur itu adalah: 1) pandangan benar, 2) pikiran benar, 3) ucapan benar, 4) perbuatan benar, 5) mata-pencaharian benar, 6) daya upaya benar, 7) perhatian benar, 8) konsentrasi benar.
Apa yang diajarkan oleh Buddha mengandung tiga aspek. Pertama, aspek teori atau pariyatti-dhamma. Kedua aspek pelaksanaan atau patipatti-dhamma. Ketiga aspek pencapaian atau pativedha-dhamma. Setiap pengikut Buddha berusaha untuk menguasai teori, melatih diri untuk melaksanakan ajaran, dan dengan demikian mencapai suatu tingkat kemajuan batin dan kesucian. Buddha tidak mulai dengan iman. Percaya saja tidak banyak menolong. Iman atau kepercayaan seharusnya rasional. Iman rasional (akaravati-saddha) adalah iman yang berkepastian karena telah teruji melalui pengalaman kritis masing-masing penganut. Pendekatannya mirip dengan pendekatan ilmu pengetahuan modern.
Harold Coward mengemukakan bahwa motivasi misioner Buddha adalah agar Dharma diwartakan kepada semua orang sehingga mendorong mereka secara rohaniah condong untuk menguji sendiri. Pemikiran tersebut sejajar dengan apa yang menjadi tradisi ilmu pengetahuan modern. Seorang ilmuwan menyampaikan sebuah penemuan baru kepada rekan-rekannya sehingga kebenaran tersebut dapat diuji dan dibuktikan oleh mereka, dengan demikian memungkinkan mereka mencapai kebenaran yang sama.
Dharma selalu ada sekalipun Buddha tidak muncul di dunia, Buddha membabarkan Dharma untuk empat puluh sembilan tahun, namun mulut-Nya yang lebar tak permah bergerak sekalipun, demikian sebuah ungkapan Zen. “Entah para Tathagata muncul atau tidak, kebenaran itu ada, yakni fenomena alamiah yang pasti, pola fenomena sebab akibat, keteraturan dan hubungan kondisionalitasnya. Inilah yang diperoleh dan dipahami oleh Tathagata dalam penerangan sempurna: yang setelah menemukan dan memahaminya dengan sempurna. Ia menunjukkan, mengajarkan, menyingkapkan, merumuskan, menyatakan, menguraikan, menjelaskan, dan berkata: Lihatlah.”[2]
Tentu saja agama-agama lain juga dapat mengungkapkan kebenaran yang sama, kebenaran satu-satunya, sekalipun dengan cara yang berbeda. Dalam ajaran atau agama apa saja, di mana terdapat kedelapan unsur Jalan Tengah. Jalan yang benar, di situ dapat ditemukan orang-orang suci. “Di luar itu tak ada orang suci,” sabda Buddha kepada Subhadda. Subhadda adalah biksu terakhir yang ditahbiskan oleh Buddha sendiri menjelang saat Ia akan mangkat.
11 Juli 1990
[1] Maha Vagga I;5
[2] Samyutta Nikaya XII, 2 ;20