Rumah Cinta Bagi Anak-Anak
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Semua orang mengakui hidup itu tiada arti tanpa cinta. Seorang anak manusia dilahirkan berkat kekuatan cinta, walau boleh dikatakan tiada jarang hawa nafsu yang mendahului kehadiran janin. Ternyata banyak orang berbeda pendapat dalam merumuskan satu kata cinta. Tidak ubahnya dengan banyak arti rumah, yang bisa menjadi hotel, toko, pabrik, gudang, atau museum.
Anak lahir dan dibesarkan dalam rumah yang sewajarnya aman dan damai, yang menjadi benteng pelindung terhadap dunia luar. Rumah itu menyenangkan dan membuat anak betah hanya bilamana kebutuhannya terpenuhi. Ia mendapatkan cinta di situ. Cinta memang tidak hanya berarti susu, tetapi ia merasa dicintai ketika bisa menyusu hingga kenyang. Lewat sentuhan dan ciuman yang lembut ia menikmati pernyataan cinta. Ia belajar menarik perhatian untuk mendapatkannya. Tidak sukar dijelaskan kalau orang dewasa pun membuat dirinya menarik termasuk memerlukan polesan kosmetik misalnya untuk memperoleh cinta. Tentu saja dengan alasan menarik perhatian pula seseorang mungkin terdorong untuk mengatur tingkah lakunya sehingga sopan dan menyenangkan.
Seorang anak merasa dicintai karena permintaannya dipenuhi. Ia mencintai seseorang sebagai balasan karena ia merasa dicintai. Tak beda dengan orangtuanya, yang mencintai karena sang anak memenuhi harapan atau taat pada keinginan orangtua. Lalu cinta menjadi luntur ketika harapan itu tidak terpenuhi. Rasa kecewa dan marah mungkin membuat cinta berbalik menjadi benci. Itulah cinta kekanak-kanakan.
Cinta tentulah bukan suatu pemaksaan pada orang lain untuk memenuhi keinginan ego atau sang aku. Ujar Swami Vivekananda, “Cinta selalu menempatkan diri sebagai si pemberi, bukan si penerima.” Memberi adalah suatu bentuk pengorbanan yang menghasilkan kepuasan. Dalam hidup kerohanian seseorang tidak menjadi miskin, tetapi justru menjadi bertambah kaya dengan memberi. Bagai api dari sebuah obor, diberi atau dibagi untuk menyalakan ratusan bahkan ribuan obor lain, obor pertama itu tidaklah dirugikan. Sedangkan terang yang dihasilkan jauh lebih berlipat ganda.
Batasan cinta oleh Buddha dinyatakan mencakup empat unsur, yang dikenal sebagai empat keadaan batin yang luhur. Dalam bahasa sehari-hari disebut Brahma Vihara atau Kediaman Brahma atau secara umum dapat disebut Rumah Tuhan. Unsur pertama dinamakan metta (cinta-kasih) yang mengalahkan segala bentuk kebencian. Yang kedua adalah karuna (welas-asih) yang menaklukkan kebengisan. Yang ketiga adalah mudita(simpati) yang menyingkirkan keirihatian. Yang keempat adalah upekkha (keseimbangan batin) yang mengatasi konflik atau pertentangan.
Metta mengandung pengertian ‘sesuatu yang melembutkan hati’. Metta muncul sebagai dorongan atau niat yang suci, yang mengharapkan kebahagiaan bagi semua makhluk tanpa kecuali. Metta tidak dilandasi nafsu, tidak memihak atau pilih kasih. Metta tidak membedakan ikatan keluarga, ras, bangsa, agama, politik, kedudukan atau jabatan, kaya atau miskin, tua atau muda, pria atau wanita. Dengan metta seseorang mempersatukan diri atau tidak membedakan diri sendiri dari segala makhluk. Ego atau sang aku lebur dalam keseluruhan, bagai setetes air memasuki lautan. Sebagai cinta pada seorang anak, metta membuat seseorang memperlakukan semua anak sama, apakah itu anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak tetangga, dan sebagainya.
Karuna adalah ‘sesuatu yang menggetarkan hati’ Karuna muncul sebagai rasa iba ketika mengetahui orang lain sedang menderita. Karuna menimbulkan kehendak untuk meringankan dan melenyapkan penderitaan orang lain. Seseorang tidak merasa puas sebelum berhasil menolong orang lain. Metta tidak membatasi sasaran, tetapi karuna memiliki sasaran tertentu, yaitu segala makhluk yang menderita. Sebagai cinta pada seorang anak, karuna ditunjukkan oleh sang ibu atau ayah yang tidak menghendaki anaknya sedih, sakit, atau mengalami penderitaan lainnya.
Mudita adalah ‘sesuatu yang menggembirakan’, ikut merasakan kesenangan dan kebahagiaan orang lain. Seringkali sifat iri hati meracuni batin seseorang, menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Perasaan simpati merupakan obat penawar dari keracunan iri hati itu. Dengan simpati orang bisa memuji atau mengucapkan selamat secara tulus pada orang lain yang berhasil sukses. Mudita mempunyai sasaran makhluk yang beruntung. Sebagai cinta pada seorang anak, mudita terlihat dari perilaku orangtua yang puas melihat anaknya gembira atau sukses.
Upekkha berarti ‘melihat dari dekat, maksudnya melihat dengan adil, mempertimbangkan dengan lurus, tidak berat sebelah, tidak dipengaruhi perasaan senang atau tidak senang. Kecenderungan untuk terikat pada apa yang disukai dan menolak apa yang tidak disukai mungkin mengurangi kearifan dan menghasilkan pandangan yang tidak objektif. Upekkha membuat seseorang bertahan di jalan yang benar, tidak tergoyahkan oleh pujian atau kritik pedas dan berbagai pendapat yang sering saling bertentangan. Sasaran upekkha adalah mereka yang bertentangan paham dan sikap. Sebagai cinta pada seorang anak, dengan upekkha orangtua tidak segan-segan menjewer anaknya yang berbuat salah, justru karena tidak ingin melihat anaknya menderita atau karena ingin membahagiakan anaknya
Cinta kasih yang sejati ditunjukkan oleh seorang ibu yang mempertaruhkan nyawa atau mengorbankan dirinya sendiri untuk melindungi anaknya yang tunggal. Perasaan cinta di sini tidak didasarkan pada keinginan memiliki atau memenuhi kepentingan pribadi. Cinta kasih semacam inilah yang diajarkan oleh Buddha untuk dikembangkan tanpa batas kepada semua makhluk.
13 Juli 1989