Sahabat Kita
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Sahabat kita dalam bacaan anak-anak mungkin Lima Sekawan ciptaan Enid Blyton atau Enam Sahabat yang dikisahkan oleh Paul-Jacgues Bonzon. Dalam serial film video, sahabat kita itu sederetan manusia pengendali robot. Gogle V disusul Zabogar digelarkan di Jakarta dengan susah payah mcnghidupkan fantasi anak-anak masa kini.
Khayal, namun dapat kita ambil maknanya yang berguna, demikian lirik cerita sejenis yaitu Voltus V, yang dinyanyikan jauh sebelumnya. Sahabat kita itu gagah perkasa, membela keadilan, memusnahkan kejahatan, cinta pada tanah air dan orangtua. Di tengah kehidupan nyata, kita akan menemukan sahabat yang gagah perkasa itu adalah pejuang kebenaran yang melawan kebatilan, yang tidak selalu harus pandai berkelahi atau senang bertualang.
Sahabat kita dalam ajaran agama adalah para Buddha, Bodhisattwa, dewa, dan orang suci. Sebaliknya iblis atau mara itu musuh kita. Di antara sesama manusia, kita membedakan pula siapa yang kawan dan siapa yang lawan. Mereka yang dinamakan sahabat dalam terminologi agama hanyalah orang-orang yang baik. Yang gagah perkasa pun dimaksudkan hanya untuk yang baik. Orang-orang yang tidak baik bukanlah sahabat, atau dipandang sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat.
“Kawan yang hanya mencari sesuatu untuk diambil,
kawan yang ucapannya berlainan dengan perbuatan,
kawan yang pandai menjilat untuk membuat engkau senang,
kawan yang boros menemukan kesenangan di jalan sesat,
keempatnya itu sebenarnya adalah musuhmu.”
Itulah petunjuk Buddha kepada pemuda Sigala. Setelah mengenali teman bergaulnya dengan benar, orang yang bijaksana menghindari musuh yang berpura-pura menjadi sahabat itu.
Orang yang mencari sesuatu untuk diambil, dikenal dari ketamakannya. Ia memberi sedikit dan meminta banyak. Kalau pun ia melakukan kewajibannya sebagai teman, tiada lain karena ada yang ditakutinya. Ia hanya ingat pada kepentingan dirinya sendiri. Orang yang ucapannya berlainan dengan perbuatan, dikenal banyak bicara tetapi tidak berbuat apa-apa. Ia mengungkapkan pernyataan yang bersahabat berkenaan dengan hal-hal yang telah lewat atau hal-hal yang belum terjadi. Kata-katanya cuma omong kosong untuk mendapatkan simpati, karena jika tiba saatnya untuk berbuat atau menunjukkan jasa ia justru menyatakan tidak sanggup dan menghindar.
Orang yang pandai menjilat, sekalipun menyenangkan, mudah membuat temannya terjerumus ke arah yang salah. Seorang penjilat tidak akan bersusah payah menganjurkan temannya untuk berbuat baik. Di hadapan yang bersangkutan ia menyampaikan segala bentuk pujian dan di belakangnya ia menjelek-jelekkan. Orang yang boros menemukan kesenangan di jalan sesat, termasuk menyerah pada minuman keras, berkeliaran di luar rumah pada waktu yang tidak layak, mengunjungi tempat pelesiran, dan gemar berjudi.
Ada empat macam manusia yang dipandang oleh Buddha sebagai sahabat, yakni:
“Sahabat yang suka menolongmu,
Sahabat di waktu senang dan di waktu susah,
Orang yang suka memberi nasihat baik,
dan ia yang selalu memperhatikan keadaanmu,
Orang bijaksana menilai keempat manusia itu
sebagai sahabat sejati dan menjaganya dengan baik
bagai seorang ibu menjaga anak kandungnya sendiri.”
Sahabat yang suka menolong itu akan menjaga kawannya sewaktu teman tersebut sedang tidak bersiaga. Ia pun menjaga milik kawannya yang kebetulan sedang lengah. Ia akan melindungi kawannya yang ketakutan atau yang menghadapi bahaya. Jika seorang kawan memerlukan bantuannya untuk mengerjakan sesuatu, ia akan mengulurkan bantuan lebih dari apa yang diharapkan. Sahabat di waktu senang dan di waktu susah tidak akan merahasiakan sesuatu kepada temannya. Sebaliknya ia akan menjaga rahasia temannya. Jika seorang kawan menghadapi kesusahan, ia tidak akan meninggalkannya dan bahkan bersedia mengorbankan dirinya untuk membela kawan tersebut.
Sahabat yang memberi nasihat baik akan mencegah temannya dari perbuatan yang salah. Ia menganjurkan kawannya untuk berbuat baik, memberitahukan apa yang belum pernah didengar sebelumnya dan memberi petunjuk untuk mencapai hidup yang lebih baik atau mengajarkan jalan ke surga. Sahabat yang selalu menaruh perhatian, akan ikut berduka bila bencana menimpa temannya. Sebaliknya ia turut bersukacita atas keberhasilan kawannya. Ia akan mencegah orang lain berbicara jelek tentang diri temannya, dan tidak menyangkal pujian yang benar kepada temannya.[1]
Sikap yang bersahabat itu timbul karena cinta yang tulus dan tidak mementingkan diri sendiri. Seorang sahabat mendapatkan kebahagiaan karena dapat membuat temannya senang dan melihat orang lain berbahagia.
5 Oktober 1998
[1] Digha Nikaya 31