Sikap Realistis
- By admin
- January 22, 2022
- Kebenaran Bukan Pembenaran
Rencana kenaikan harga BBM direspons dengan demo di mana-mana. Sementara pemerintah menganggap langkah itu perlu akibat lonjakan harga minyak dunia. Untuk menghindari defisit APBN dan menyelamatkan perekonomian nasional, menghapuskan subsidi BBM dipandang menjadi satu-satunya solusi yang terbaik.
Bisa jadi yang paling baik itu paling mudah, ketimbang upaya meningkatkan pendapatan negara yang lain dan mengamankannya. Juga bukan perkara mudah untuk melakukan penghematan dan menanggulangi kebocoran anggaran.
Bangsa ini sudah berulang kali menghadapi peristiwa naiknya harga BBM. Sepertinya tidak pernah belajar dari pengalaman. Kesalahan mengelola sektor energi menimbulkan konsekuensi yang harus ditanggung oleh rakyat yang tidak mengerti apa-apa. Solusi untuk mengatasi masalah justru menimbulkan masalah yang lain.
Setiap sebab akan menghasilkan akibat, dan akibat telah berkembang di dalam sebab. Bersikap realistis bukan hanya menerima keadaan apa adanya, tetapi juga menyadari dan mempertimbangkan proses sebab dan akibat.
Pro Rakyat
Menyejahterakan rakyat merupakan kewajiban pemerintah. Namun dengan menaikkan harga BBM, apakah rakyat jelata akan menjadi lebih sejahtera? Kenaikan harga BBM pasti diikuti peningkatan inflasi, yang berimbas pada kemiskinan orang-orang kecil.
Pemerintah bukan tidak menyadarinya, karena itu direncanakan subsidi bentuk lain, terutama Bantuan Langsung Tunai (atau Bantuan Langsung Sementara). Artinya, tetap ada yang dinamakan subsidi.
Setiap kebijaksanaan dan langkah yang diambil pemerintah harus pro rakyat. Kalau tidak, bagaimana rakyat akan percaya kepada pemerintah? Kepercayaan tidak cukup pada janji, tetapi menuntut bukti. Seseorang dapat dipercaya dan berwibawa jika mampu menjaga kepentingan dan melindungi orang yang memercayai atau mendukungnya.
Kepercayaan memberi kekuatan. Menurut Buddha, kekuatan seorang pelaku ekonomi terkait dengan sejauh mana ia dapat dipercaya, selain memiliki keahlian dan jeli sehingga mampu memanfaatkan peluang (A. I, 116). Kepercayaan bahkan disamakan dengan kekayaan (S. I, 41). Kekayaan yang dimaksud bukan saja dalam pengertian materi, melainkan juga non-materi. Setiap pemimpin harus memiliki integritas, dapat dipercaya (Ja. V, 378).
Seorang murid bertanya kepada Kong Hu Cu, “Apakah unsur-unsur dasar yang dibutuhkan oleh pemerintahan yang baik?” Jawab sang guru, “Makanan, senjata dan kepercayaan rakyat.” Murid itu bertanya lagi, “Kalau Anda terpaksa harus melepaskan salah satu dari ketiga unsur itu, mana yang akan Anda lepaskan?”
Jawab Kong Hu Cu tegas, “Senjata.” Tidak cukup sampai di sini, pertanyaan lain menyusul. “Dan kalau Anda harus melepaskan satu lagi dari dua yang masih tertinggal, mana yang akan Anda lepaskan?” “Makanan.”
Jawaban ini mengundang sanggahan. “Tetapi tanpa makanan rakyat akan mati!” Kong Hu Cu pun menjelaskan, “Sejak dulu, kematian merupakan bagian dari hidup manusia. Lain dengan rakyat yang tidak lagi memercayai pemimpinnya, itu sungguh celaka.”
Rasional dan Objektif
Dahulu, pernah kenaikan harga diumumkan secara mendadak, sehingga masyarakat menjadi kaget atau panik. Pengalaman belakangan, ketika rencana kenaikan itu diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya, harga-harga berbagai barang kebutuhan pokok mendahului bergerak naik. Sedangkan para spekulan mencoba menimbun BBM agar bisa mengambil keuntungan yang lebih banyak. Praktik mengikuti nafsu keserakahan ini merupakan perbuatan yang tercela (M. III, 75).
Bagaimana pun, adanya tenggang waktu memberi kesempatan untuk sosialisasi. Masyarakat akan bersiap-siap, dan mereka yang tidak siap bisa melakukan aksi protes. Tentu saja suaranya harus didengar dan diperhatikan.
E. F. Schumacher, penulis Ekonomi Buddhis, mengatakan bahwa menghadapi keterbatasan sumber daya, kita harus berusaha menggunakannya sesedikit mungkin. Penggunaan produksi dari sumber daya lokal untuk memenuhi kebutuhan lokal dan tidak tergantung kepada negeri lain adalah cara kehidupan ekonomi yang paling rasional.
Biasanya para pelaku ekonomi mendasarkan analisis biaya dan manfaat pada ukuran kuantitatif dalam nilai uang. Masalahnya tidak semua hal dapat dihitung dengan uang. Sebagian besar dampak sosial dan lingkungan, juga kualitas hidup bersifat non-fisik (intangible).
Apa yang disebut realistis tidak sesederhana berpikir dan bersikap pragmatis, tetapi juga harus rasional dan objektif. Untuk menjelaskan pengertian realistis Biksu Narada memberi contoh berupa metafora tentang mawar berduri.
Hidup di dunia mengandung suka juga mengandung duka, dibandingkan dengan mawar yang indah dan duri-durinya yang tajam. Orang yang optimis hanya melihat keindahan mawar. Orang yang pesimis melihat durinya.
Mereka yang mengerti tidak akan terpengaruh oleh keindahan mawar sehingga mengabaikan durinya. Tidak pula ia mencela mawar karena duri itu. Ia akan melihat seperti apa adanya. Berpikir tentang mawar seharusnya tidak melupakan durinya. Dengan mengetahui benar akan sifat duri itu, ia akan berlaku hati-hati agar tidak sampai terluka olehnya. Itulah gambaran orang yang realistis.
Jakarta, Maret 2012