Surga Neraka di Bumi
- By admin
- June 4, 2022
- Keselamatan di Bumi
Surga itu indah dan menyenangkan. Sebaliknya, neraka menakutkan. Penghuni surga menikmati kebahagiaan dan penghuni neraka menderita siksaan. Barangsiapa berbuat baik, surgalah imbalannya dan yang berbuat jahat ke neraka perginya. Selanjutnya hanya mereka yang sudah meninggal dunia saja yang tahu benar apa itu surga, apa itu neraka.
Menurut ajaran Buddha, surga dan neraka termasuk 31 jenis alam kehidupan dalam sistem tata surya yang tak terbilang jumlahnya. Setiap makhluk mengalami proses kelahiran dan kematian yang berulang-ulang, dari alam yang satu ke alam yang lain sesuai dengan perbuatannya. Tidak ada makhluk yang hidup selamanya di surga atau selamanya di neraka. Berbeda dengan mereka yang telah berhasil memutuskan lingkaran tumimbal lahir, mencapai kekekalan nirwana (bahasa Pali: nibbana).
Surga terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok yang pertama terdiri dari enam surga yang dihuni dewa-dewa yang masih terikat dengan nafsu dan indra (kama-loka). Di antaranya terdapat dewa-dewa yang dapat ditemukan di tengah alam sekeliling manusia, seperti di angkasa, di gunung, di sungai, atau di atas pohon. Kelompok yang kedua terdiri dari enam belas jenis surga yang dihuni oleh Brahma yang memiliki rupa (rupaloka). Kelompok yang ketiga terdiri dari empat jenis surga yang dihuni oleh Brahma yang tidak memiliki rupa (arupaloka). Neraka pun terbagi atas beberapa kelompok, di antaranya terdapat delapan maha-neraka, dibedakan dari alam setan dan makhluk asura.
Kesaksian tentang orang-orang baik yang masuk surga dan orang-orang jahat yang masuk neraka dikemukakan oleh Buddha ataupun para muridnya yang telah mencapai Penerangan Sempurna. Misalnya Janavasabha Sutta dan Maha Govinda Sutta mencatat tentang kelahiran di surga. “Para dewa dan penguasa surga Tavatimsa semuanya gembira, semuanya menghormati Tathagata dan Dharma. Di sini mereka melihat para dewa yang baru lahir, elok dan bercahaya, karena mereka telah melaksanakan penghidupan suci yang diajarkan oleh Sugata.” Sebaliknya kitab Peta-vatthu mencatat tentang setan-setan yang menderita. Orang yang selalu tamak (lobha) dilahirkan menjadi setan dan asura. Yang diliputi kebencian (dosa) dilahirkan di neraka (niraya). Yang dicengkeram kegelapan batin (moha) dilahirkan menjadi binatang.
Semua orang memilih surga. Tetapi tak seorang pun yang memiliki kepastian tentang nasibnya setelah ajal tiba. Padahal seharusnya setiap orang menentukan hari depannya sendiri karena bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa manusia menciptakan surga bagi dirinya sendiri. “Ia bergembira di dunia sini, ia bergembira di dunia sana. Pelaku kebajikan bergembira di kedua alam itu. Ia bergembira, sukacita karena perbuatannya sendiri yang bersih.”[1] Manusia yang berbuat kebalikannya menciptakan neraka bagi dirinya sendiri.
Bumi ini pun bisa menjadi surga atau neraka, tergantung pada manusia yang menghuninya. Kabul, konon kota yang disukai para dewa, tidak lagi menjadi surga di tengah-tengah bukit dan gunung yang gersang. Negeri itu porak poranda karena perang saudara. Surga emas di lereng gunung Diwata di Filipina berubah menjadi neraka bagi ratusan pekerja yang terkubur ditelan bumi ketika tanah longsor menyumbat berbagai terowongan. Gunturharjo, desa yang menjadi neraka kelaparan, akibat kekeringan dan amukan tikus-tikus telah membuahkan pohon surga Kalpataru, karena para penduduknya bergotong-royong melakukan penghijauan.
Seorang pencinta lingkungan menciptakan surga di dunia. Hanya dewa yang pantas hidup di surga, sedangkan setan iblis akan meremukkannya menjadi neraka. Oleh karena itu, usaha memelihara lingkungan tidaklah terlepas dari bagaimana membuat manusia memiliki watak dan perilaku bagai para dewa. “Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri; yang tak dapat ditenggelamkan oleh banjir.”[2]
14 Juni 1989
[1] Dhammapada 16
[2] Dhammapada 25