Wahana untuk Kepentingan Bersama
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Bus-bus besar mendapatkan lebih banyak perhatian demi kepentingan umum. Koperasi menjadi penting karena mengutamakan kemakmuran masyarakat. Sekolah itu perlu untuk memberi kesempatan belajar bagi orang banyak. Kepentingan masyarakat merupakan kepentingan bersama, yang ditempatkan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Agama pun tidak hanya untuk kepentingan orang seorang. Agama merupakan sebuah wahana untuk menyelamatkan semua orang.
Setiap orang memiliki jiwa Buddha dalam dirinya dan kesadaran itu membuatnya yakin bahwa ia tidak berada untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Bagaimanakah seseorang dapat merasa bahagia sementara ia mendengar seluruh dunia menangis. Oleh karena itulah para Boddhisattwa bercita-cita menyelamatkan seluruh makhluk. Jika masih ada satu saja jiwa yang belum diselamatkan, ia akan datang kembali ke dunia untuk menolong satu jiwa itu. “Pelajarilah Rahasia Agung,” ujar Shanti Deva. “Tempatkan dirimu di dalam diri makhluk lain.” Tokoh Nalanda di abad ketujuh ini hanya memiliki satu keinginan saja: kebaikan bagi semua makhluk. Katanya, “sesungguhnyalah melayani semua makhluk berarti melayani para Buddha.”
Keselamatan tidak cukup dicapai melalui doa, puja atau upacara, dan membaca kitab suci. Dharma tidak sama dengan lembaga agama yang dibatasi kehidupan organisasi dan wihara. “Aku akan mewujudkan Dharma dalam tindakan. Apalah gunanya pengulangan kata-kata? Apa manfaat yang bisa diperoleh orang sakit dengan hanya membaca buku obat-obatan?” ucap Shanti Deva. Ia menegaskan kembali apa yang pernah dinyatakan oleh Buddha. Upacara keagamaan, seperti membersihkan dosa dengan air suci, mandi di sungai yang anggap suci, adalah perbuatan yang sia-sia. Usaha untuk membersihkan dosa dan mencapai kebahagiaan seharusnya dilaksanakan dengan melatih diri untuk mengasihi semua makhluk, melindungi kehidupan, dan mempertahankan kebenaran.
Orang yang memperhatikan kepentingan umum di samping kepentingan sendiri adalah yang terbaik. Barangsiapa ingin menolong orang lain, ia harus mengembangkan diri, mengaktualisasikan potensinya sehingga menjadi sumber kebaikan dan pertolongan baik bagi dirinya sendiri atau pun bagi orang lain. “Tidaklah mungkin orang yang terperosok dalam lumpur dapat menarik orang lain keluar dari lumpur.”[1]
Konon seorang petapa yang mendemonstrasikan kebolehannya berjalan di atas air memerlukan waktu dua puluh tahun untuk mengusai kesaktian itu. Ia memiliki kesabaran dan ketekunan yang luar biasa. Bagaimana pendapat Buddha? Orang-orang lain yang menyeberang sungai memerlukan rakit atau perahu. Selama dua puluh tahun berapa banyak perahu yang dapat dibuat untuk dipergunakan oleh orang banyak? Mana yang lebih baik: menyeberang sendiri atau menyeberangkan orang banyak dalam waktu selama itu?
Apa yang diajarkan oleh Buddha adalah rakit yang diperlukan untuk menyeberang. Di pantai seberang aman sentosa. Di situ tiada penderitaan, tiada terdapat sebab timbulnya penderitaan, dengan sendirinya tiada pula persoalan padamnya penderitaan dan jalan untuk keluar dari penderitaan. Harapan menyeberang dirumuskan dalam mantra: Gate, gate, paragate, para sangate bodhi, svaha. Rakit, rakit ke pantai seberang, angkutlah para makhluk ke pantai seberang, mencapai Penerangan Sempurna, salam.[2]
Rakit adalah kendaraan di laut dan sungai. Di daratan kendaraan yang diperlukan adalah kereta. Ada kereta kecil, ada kereta besar. Kecil atau besar, bagaimana pun kedua jenis kereta ini adalah kendaraan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan akhir yang sama. Rakit atau kereta adalah alat angkutan, bukan untuk dipegangi atau dipikul di atas pundak kita. Di tengah arus lalu lintas, kendaraan kecil atau besar tidak boleh merugikan kepentingan pihak lain.
Ananda melihat orang-orang mengagumi kereta putih milik Janussoni. Ia menggunakan kesempatan itu untuk bertanya kepada Buddha bagaimana memakai perumpamaan kereta untuk mengutarakan keunggulan ajaran Buddha. Buddha menunjuk pada Jalan Utama yang harus ditempuh, yakni pandangan benar, pikiran benar, pembicaraan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, daya upaya benar, kesadaran benar, dan konsentrasi benar. Wahana atau kendaraan yang terbaik dilukiskannya sebagai berikut:
Keyakinan dan kebijaksanaan diibaratkan sebagai binatang penghela kereta. Akal budi merupakan kendali dan hati nurani merupakan rem. Perhatian berkedudukan sebagai pengendara. Kebajikan merupakan perlengkapan kereta. Kegembiraan diibaratkan sebagai as roda, dan kekuatan semangat ada pada roda-rodanya. Ketenangan yang menjaga keseimbangan kereta. Tidak mengumbar nafsu ditandai oleh bendera kereta. Cinta kasih, kemurahan hati, dan keikhlasan, menjadi senjata dalam kereta perang. Ketahanan atau kesabaran dipandang sebagai pakaian perangnya. Mengapa demikian? Kereta yang terbaik bergerak untuk mencapai perdamaian.[3]
12 September 1990
[1] Majjhima Nikaya 8
[2] Prajnyaparamita Hridaya Sutra
[3] Samyutta Nikaya XLV, 4