Wanita dan Kewanitaannya
- By admin
- April 22, 2022
- Berebut Kerja Berebut Surga
Pada hari Kartini kita mengenang jasa seorang pahlawan emansipasi wanita, dan lebih dari itu sekaligus menaruh perhatian tentang wanita dengan segala aspek kewanitaannya. Kartini kena pingit. Hidupnya sendiri terbelenggu adat dan memendam kepedihan. Tetapi perjuangannya menghasilkan terang bagi kaum wanita yang semula dirundung kegelapan. Pemikiran dan cita-citanya menembus tembok tradisi. Keharuman namanya menyebar ke mana-mana.
“Keharuman bunga tak dapat tersebar melawan arah hembusan angin, begitu juga harumnya kayu cendana, bunga tagara, dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah hembusan angin. Keharuman nama orang yang bajik akan menyebar ke segenap penjuru.”[1]
Wanita lazim menyimpan rahasia. Demikian pernah diungkapkan oleh Buddha. Pandangan ini masih bertahan hingga sekarang.[2] Wanita mungkin menyimpan rahasia cinta pertamanya, menyembunyikan gambaran pria idamannya, memendam deritanya sendiri, enggan menceritakan status perkawinannya atau mengatakan berapa umurnya sekalipun, dan lain-lain. Segala yang bersifat rahasia tidak jarang cenderung diikuti oleh perbuatan atau peristiwa yang tercela. Apa wanita yang memulai perbuatan dosa di bumi ini?
Sepanjang yang diriwayatkan setelah bumi ini terbentuk, makhluk-makhluk yang mati di alamAbhassara ada yang terlahir spontan di bumi. Para makhluk itu terbentuk dari ciptaan batin dengan tubuh yang bercahaya. Nafsu yang berkembang diikuti dengan lenyapnya cahaya tubuh. Perbedaan bentuk tubuh hingga perbedaan jenis kelamin dari makhluk bumi terjadi kemudian karena evolusi. Salah satu hal yang memengaruhi evolusi adalah jenis atau pun takaran makanan. Awal mula perbuatan yang tercela tidak dihubungkan dengan jenis kelamin.”[3] Pencapaian tingkat kesucian hingga Kebebasan Mutlak pun tidak membedakan jenis kelamin.
Laki-laki mudah tertarik oleh lawan jenisnya. Tentang penampilan wanita yang jelita, Buddha mengakui tiada wujud lain yang sedemikian memikat, sedemikian disukai yang membuat tergila-gila, membelenggu, dan mengganggu pikiran laki-laki sehingga menghalangi pencapaian Kebebasan Mutlak. Terpesona pada wanita mudah membangkitkan rangsangan birahi, menimbulkan keinginan memiliki, memperbudak, sehingga disebut sebagai perangkap yang akan berlanjut dengan kesedihan. Tatapan mata wanita, suara wanita, sentuhan wanita, dan sebagainya memberi pengaruh serupa. Tentu saja kaum laki-laki harus mengendalikan diri sendiri.
Pernyataan Buddha yang tegas atau keras tentang wanita dilatarbelakangi pengendalian itu. “Para Biksu, tidak salah bila orang mengatakan sebagai perangkap Mara, iblis. Sungguh, pantas orang menyebut wanita seperti itu perangkap Mara.”[4] Kalimat ini diucapkan sehubungan dengan peristiwa yang memalukan antara seorang ibu dan putranya yang terbakar nafsu birahi dan tidak mengendalikan diri. Perangkap tinggal perangkap, orang yang saleh tidak memasuki perangkap.
Diriwayatkan dalam Dhammapada Atthakatha, Brahmana Magandiya memaksa Buddha untuk memperistri putrinya. Banyak laki-laki yang pernah melamar gadis rupawan itu, tetapi tidak satu pun yang berkenan di bati Brahmana. Buddha menjelaskan bahwa Ia tidak menginginkan cinta birahi. Perempuan yang menggoda dinamakan putri Mara. Tubuh wanita cantik sekalipun tak lain berisi kencing dan kotoran.
Nilai seorang manusia, termasuk wanita bukan pada tubuh jasmaninya. Mallika adalah perempuan miskin, dengan penampilan yang bersahaja dan tidak menarik. Ia pernah memberikan sepotong kue satu-satunya kepada Buddha. Konon kemudian ia diperistri oleh Raja Pasenadi karena pahala dari perbuatannya itu. Ia pernah bertanya kepada Buddha, apa sebabnya ada wanita buruk rupa, miskin, tanpa wibawa dan pengaruh? Ada pula wanita yang buruk rupa, tetapi kaya raya, sangat berwibawa dan berpengaruh. Ada wanita yang cantik, tetapi miskin, tanpa wibawa dan pengaruh. Lainnya wanita yang cantik sekaligus kaya, berwibawa dan berpengaruh. Menurut Buddha, perbuatan wanita itu dalam kehidupan masa lalu yang menentukan. Misalnya cepat marah menghasilkan wajah yang buruk dan sifat yang kikir mengakibatkan kemiskinan dalam kehidupan berikutnya.”[5]
Kedudukan dan peranan seorang wanita di tengah masyarakat dipengaruhi oleh akhlak dan wataknya. Ananda pernah bertanya, apa sebabnya wanita tidak mendapat kedudukan di pengadilan, tidak terangkat dalam bisnis, tidak pula berhasil mencapai keinginannya? Buddha menjelaskan, bahwa kegagalan pada wanita itu terjadi karena ia tidak terkendali, bersifat iri atau pencemburu, serakah dan kurang bijaksana.[6]
Bagaimana bila wanita itu di rumah? Katakan di pagi hari ia tinggal di rumah dan perasaan kikir atau was-was hidup tidak berkecukupan mencengkeramnya. Sore hari ia tinggal di rumah dan kecemburuan menghantuinya. Malam hari ia tinggal di rumah dengan hawa nafsu dan birahi membayang-bayangi. Wanita itu tidak menemukan ketenteraman dan suasana neraka menunggunya.[7]
Di tengah masyarakat atau di rumah, peran sorang wanita dibahas oleh Buddha dari segi watak, akhlak, dan kearifan. Tanpa pegangan rohani sesosok wanita dan kewanitaannya bisa menjadi sahabat Mara.
20 April 1988
[1] Dhammapada 54
[2] Anguttara Nikaya III, 13;129
[3] Digha Nikaya 27
[4] Anguttara Nikaya V, 6;55
[5] Anguttara Nikaya IV 20;197
[6] Anguttara Nikaya IV, 8;80
[7] Anguttara NIkaya III, 13;127